Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, AS tengah menormalisasi suku bunga acuannya sejak krisis. Pada tahun 2008, AS melonggarkan kebijakan moneter hingga suku bunganya mendekati 0 persen.
"Waktu itu, dengan kondisi ekonomi yang turun tajam karena krisis AS turunkan suku bunganya dari di atas 5 persen menjadi mendekati ke 0 persen. Sekarang karena ekonominya pulih kembali suku bunga dinaikan kembali, sudah mendekati 2 persen dan mungkin tahun depan masih ada naik lagi," ucapnya.
Kenaikan suku bunga juga diiringi dengan penghentian kebijakan quantitative easing (QE). Menkeu menyebut, hal ini membuat likuiditas dolar AS di seluruh dunia semakin berkurang. Akibatnya, nilai greenback menjadi mahal.
Di Indonesia, kata Menkeu, pemerintah terus mewaspadai situasi ini supaya kondisi kesehatan ekonomi Indonesia cukup kuat. Gejolak ini diperkirakan masih terus berlangsung.
"Ini yang sedang kita hadapi di 2018. Oleh karena itu, kita harus tingkatkan kewaspadaannya," katanya.