JAKARTA, iNews.id - Investasi energi baru terbarukan (EBT) dinilai mandeg. Energi bersih masih kesulitan bersaing dengan energi konvensional karena faktor harga.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengakui upaya pemerintah mendorong investasi EBT sejauh ini belum optimal.
"Harus saya akui, sejak kita menerbitkan (aturan) pada 2018 sampai sekarang, kami belum melihat perbedaan harga dari investor internasional. Meski ada kepedulian dan semangat tentang perubahan iklim, kami belum sepenuhnya melihat itu," ujar Sri Mulyani, Jumat (9/10/2020).
Dia siap memberikan berbagai insentif agar investor tertarik menanamkan modal untuk bisnis EBT mulai dari insentif pajak hingga garansi biaya eksplorasi energi. Selama ini, biaya produksi, terutama eksplorasi EBT terkenal mahal.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menilai, EBT sangat potensial di Indonesia. Dengan begitu, penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan seperti batu bara dan migas bisa dikurangi secara bertahap.
"Kita punya sumber EBT seperti geothermal, hydro, dan sekarang juga ada energi cahaya dan bahkan angin. Masalahnya itu selalu soal harga yang tidak mencakup insentif yang tepat," katanya.
Dia mengatakan, tingginya biaya dan risiko eksplorasi dan produksi membuat harga EBT menjadi mahal.
"Contohnya Indonesia, punya banyak geothermal tapi untuk bisa menyediakan harga yang tepat di produk final, pemerintah harus menjelaskan isu soal risiko eksplorasinya. Nantinya dengan itu kita akan bisa memberikan garansi untuk eksplorasi, dan juga subsidi untuk investor di EBT ini," tuturnya.