Dari Orde Lama hingga Reformasi: Proyek Besar Tapi Tak Tuntas
Masa kemerdekaan juga tak lepas dari persoalan banjir. Presiden Soekarno membentuk Komando Proyek Pencegahan Banjir Jakarta (Kopro Banjir) tahun 1965. Mereka membangun waduk Pluit, waduk Grogol, hingga sistem polder dengan pompa.
Namun, semua itu tumbang saat banjir besar melanda Jakarta tahun 1976 dan 1979. Sistem polder kolaps. Ribuan warga mengungsi. Tahun 1996, Jakarta kembali tenggelam. Drainase buruk, alih fungsi lahan, dan pertumbuhan permukiman di hulu sungai memperparah kondisi.
Normalisasi vs Naturalisasi: Solusi atau Komoditas Politik?
Di era reformasi, berbagai gubernur DKI Jakarta mencoba solusi baru.
- Sutiyoso (2003) mulai membangun Banjir Kanal Timur (BKT).
- Fauzi Bowo (2007–2012) melanjutkan proyek BKT meski harus menggusur ribuan rumah warga.
- Joko Widodo (2012–2014) memulai normalisasi Sungai Ciliwung, memperlebar dan mengeruk sungai agar daya tampung air meningkat. Proyek ini dilanjutkan oleh Ahok dengan tambahan sodetan Ciliwung ke BKT. Namun terkendala pembebasan lahan di Bidaracina dan dinamika politik.
- Anies Baswedan (2017–2022) membawa pendekatan berbeda: naturalisasi sungai. Namun, konsep ini kerap dikritik karena tidak terlihat implementasinya di lapangan. Beton normalisasi dari era sebelumnya tetap utuh.
Semua pendekatan ini, baik normalisasi sungai maupun naturalisasi sungai, belum sepenuhnya efektif. Banjir tetap datang setiap musim hujan, bahkan dengan label baru: “air kiriman dari Bogor.”
Proyek Terkini: Sodetan Ciliwung dan Giant Sea Wall
Di bawah Pj Gubernur Heru Budi Hartono, proyek-proyek pengendalian banjir dilanjutkan tanpa banyak gembar-gembor. Beberapa pencapaian antara lain:
- Penyelesaian sodetan Ciliwung-BKT.
- Normalisasi sungai di luar Ciliwung.
- Pembangunan tanggul pantai atau Giant Sea Wall untuk mengantisipasi banjir rob, mengingat permukaan tanah Jakarta terus turun.
Namun, apakah semua ini cukup? Kenapa Jakarta Masih Sering Kebanjiran?
Beberapa penyebab banjir Jakarta yang masih jadi PR besar:
- Pendangkalan sungai akibat sedimentasi dan sampah.
- Penyusutan daerah resapan air karena alih fungsi lahan.
- Pembangunan kawasan hulu yang tidak terkendali.
- Sistem drainase Jakarta yang tidak terintegrasi dengan baik.
- Selain itu, keterlambatan pembangunan bendungan di wilayah selatan dan timur Jakarta yang berfungsi menahan air sebelum masuk ke ibu kota, juga memperparah kondisi.
Apakah Jakarta Bisa Bebas dari Banjir?
Bisa. Tapi tidak dengan solusi jangka pendek. Butuh kerja kolaboratif antarpemerintah (pusat dan daerah), pemanfaatan teknologi pengendalian banjir, serta perubahan kebijakan tata ruang yang berpihak pada lingkungan.