Haris Azhar Nilai Lagu Bayar, Bayar, Bayar Ekspresi Imajinatif yang Gambarkan Fakta

Binti Mufarida
Pendiri Lokataru Haris Azhar dalam acara Rakyat Bersuara 'Lagu Bayar, Bayar, Bayar Bikin Ambyar' di iNews TV, Selasa (25/2/2025). (Foto: Tangkapan Layar)

“Nah jadi saya mau mengatakan lagunya enak dia menjadi viral baru meresahkan, mungkin ya meresahkan institusi polisi atau sejumlah pejabat kepolisian, yang akhirnya melarang atau memaksa si dua seniman tadi itu, anggota Band Sukatani itu untuk minta maaf. Kalau enggak viral nggak dipaksa," ucapnya.

Haris juga menyebut bahwa kritik terhadap polisi sudah menjadi ekspresi publik yang luas dan sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Dia mengibaratkan bahwa di tempat-tempat seperti Papua, masyarakat seringkali menunjukkan rasa kecewa terhadap kepolisian.

“Coretan-coretan di Malang banyak, karena peristiwa-peristiwa perilaku kepolisian ya, yang meresahkan masyarakat itu banyak di Indonesia di mana-mana anda pergi ke Papua, orang bisa berjejer 2 Km, ini analoginya gitu ya kira-kira, untuk menjelaskan bagaimana mereka kecewa dengan Polisi, jadi korban dan lain-lain,” katanya.

Lebih lanjut, Haris menyampaikan bahwa kritik terhadap kepolisian bukan hanya terjadi melalui lagu, tetapi juga dalam berbagai bentuk ekspresi publik lainnya. 

“Jadi, kalau bicara soal kritik publik karena pengalaman mereka ekspresinya itu nggak cuma di lagu, banyak. Nah secara dalam konteks itu saya mau bilang bahwa dalam konteks yang lebih, kurun waktu tertentu berbasis di banyak tempat, ekspresi kritik publik terhadap polisi itu banyak sekali dan macam-macam,” ucapnya.

Dalam konteks ini, Haris menganggap bahwa lagu Sukatani justru terlambat dalam merespons kritik terhadap kepolisian. 

“Jadi kalau ini (lagu Sukatani) dibilang bablas, tidak ada yang kebablasan. Sukatani malah telat kenapa baru bikin lagu sekarang. Jadi, saya mau mengatakan bahwa ini ada ekspresi yang imajinatif ada pilihan bahasanya menggambarkan apa yang dekat dengan fakta, Sukatani ada di situ,” ujarnya.

Editor : Aditya Pratama
Artikel Terkait
Nasional
13 jam lalu

Pengamat Nilai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Masih Berat, Minta Purbaya Turunkan Pajak

Nasional
14 jam lalu

Dana Transfer Dipangkas, Ekonom: Bisa Jadi Konflik Baru Pemerintah Pusat dan Daerah

Nasional
1 hari lalu

Said Didu: Gaya Koboi Purbaya Perintah Presiden Prabowo

Nasional
8 hari lalu

Ekonom Ungkap Skema Biaya Kereta Cepat dari Jepang Lebih Murah Ketimbang China

Nasional
8 hari lalu

Polemik Dugaan Korupsi Whoosh, Said Didu Ungkap Pihak-Pihak yang Bisa Diperiksa KPK

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal