JAKARTA, iNews.id - Aksi Damai dan Penyelamatan Hutan Jawa dari 5.000 orang yang melibatkan karyawan anggota Sekar (Serikat Karyawan) Perhutani dan berbagai komponen pencinta hutan kembali digelar, Rabu (20/7/2022) di seputar Patung Kuda, Monas, Jakarta. Aksi ini digelar untuk menolak SK Menteri LHK No. SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) pada Sebagian Hutan Negara yang Berada pada Kawasan hutan Produksi dan Hutan Lindung di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten demi pelestarian hutan, penerapan Good Forestry Governance (GFG) dan Good Risk Compliance (GRC).
Aksi Damai ini melibatkan karyawan anggota Sekar (Serikat Karyawan) Perhutani, Serikat Rimbawan Perum Perhutani, Serikat Rimbawan Pembaharuan Perum Perhutani, Lembaga Masyarakat Desa Hutan, Forum Penyelamat Hutan Jawa, dan Lembaga Swadaya Masyarakat Pencinta Lingkungan. Aksi serupa pernah dilakukan pada tanggal 18 Mei 2022.
“Kami tetap Meminta kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk membatalkan Permen P39/2017 dan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022no 287/2022, “ tegas plt DPP Sekar Perhutani Muhamad Ikhsan dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Ikhsan, telah terjadi disorientasi tujuan pengelolaan hutan dari tujuan utama pengelolaan hutan bagi kelestarian lingkungan, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat menjadi hutan untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat semata. “Kebijakan tersebut juga mempunyai cacat secara konsep, legalitas, penerapan Good Forestry Governance (GFG) dan Good Risk Compliance (GRC), dan implementasinya,“ jelas dia.
Tujuan Aksi Damai adalah untuk menyampaikan kepada masyarakat Indonesia dan pemerintah peran strategis Hutan Jawa dalam mendukung kehidupan baik dari aspek ekologis, tata air, mitigasi bencana, perlindungan keanekaragaman hayati, perekonomian, sosial dan budaya. Mengingat peran strategis tersebut. Aksi Damai meminta kepada pemerintah untuk mencabut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) pada Sebagian Hutan Negara yang Berada pada Kawasan hutan Produksi dan Hutan Lindung di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten.
Dengan SK Menteri LHK tersebut, lahan seluas kurang lebih 1,1 juta hektar Hutan Jawa yang selama ini telah dikelola BUMN Kehutanan (Perum Perhutani) yang berkolaborasi dengan Masyarakat Desa Hutan, akan dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan diberikan izin pemanfaatan hutan baru. “Kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan konflik horizontal antara pengelola yang sudah eksisting dengan pemegang izin baru. Dan hal ini sudah terjadi di lapangan. Selain itu, kebijakan tersebut berpotensi juga terjadi kerusakan hutan karena hutan dikelola secara kelompok dan individu hanya untuk usaha produktif,” tegas Ikhsan.
Menurut Ikhsan, lahan seluas 1,1 juta hektar merupakan tempat hidup 56% penduduk dari total 270 juta populasi Indonesia. Kawasan hutan yang menjadi penyangga hidup jutaan biodiversikasi mencapai 3 juta hektar, dimana 2,4 juta hektar diantaranya dikelola Perhutani untuk kepentingan publik.
Selama ini, sesuai amanah UU, dalam mengelola hutan, Perhutani selalu melibatkan dan memberdayakan masyarakat sekitar hutan sebagai mitra sejajar. Hal ini untuk kepentingan pelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.
Ada beberapa poin yang disoroti DPP Sekar Perhutani yaitu :