JAKARTA, iNews.id - Hari ini menandai dua tahun sejak dimulainya agresi brutal Israel ke Jalur Gaza yang pecah pada 7 Oktober 2023. Dua tahun berlalu, luka kemanusiaan di wilayah padat penduduk itu belum juga sembuh. Serangan demi serangan yang dilakukan militer Israel disebut banyak pihak, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebagai bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan.
Menurut data terbaru, sebanyak 67.160 jiwa telah tewas, mayoritas perempuan dan anak-anak, akibat serangan udara dan darat yang menargetkan wilayah pemukiman sipil. Selain itu, 169.679 orang lainnya mengalami luka-luka, banyak di antaranya kehilangan anggota tubuh dan tempat tinggal.
Aksi militer Israel di Gaza disebut sebagai salah satu kekerasan paling brutal dalam sejarah modern. Wilayah yang semula berpenduduk lebih dari dua juta jiwa itu kini porak-poranda, dengan infrastruktur sipil seperti rumah sakit, sekolah, dan fasilitas air bersih hancur berkeping-keping.
Reaksi keras pun terus berdatangan dari berbagai penjuru dunia. Sejumlah pemimpin global menilai tindakan Israel sebagai pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan prinsip hak asasi manusia.
Tak hanya kecaman, tragedi kemanusiaan di Gaza juga mendorong perubahan geopolitik signifikan. Dalam dua tahun terakhir, gelombang pengakuan terhadap negara Palestina meningkat tajam. Inggris, Kanada, Australia, Portugal, hingga Prancis kini secara resmi mengakui kedaulatan Palestina sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Gaza.