‘Desa Hantu’ disematkan sebagai julukan sebuah kota di Italia bernama Craco. Kota ini sudah ditinggalkan sejak tahun 1980 dan telantar. Meskipun demikian, masih ada beberapa orang yang mengunjunginya.
Craco sendiri adalah kota tua yang sudah ada sejak zaman perunggu dan berada 40 km dari teluk Taranto. Kota yang dulunya dihuni oleh 2.500 penduduk ini perlahan-lahan ditinggalkan karena kondisi tanahnya yang labil. Gempa dan tanah longsor juga kerap kali terasa di Craco.
Kota Craco kembali menjadi sorotan kala menjadi lokasi syuting film Italia bertajuk Christ Stopped at Eboli.
Centralia adalah sebuah kota kecil yang berada di Pennsylvania, AS. Pada tahun 1960-an, Centralia dihuni oleh sekitar 1.100 orang.
Namun, mereka harus meninggalkan Centralia karena adanya kebakaran bebatuan tambang pada Mei 1962. Kejadian tersebut bermula ketika seorang warga menyalakan api di tempat pembuangan sampah.
Tanpa diketahui, Centralia rupanya berdiri di atas endapan batu bara antrasit paling besar di AS bernama Mammoth Vein. Api yang ada di batu bara tersebut bisa menyala dalam kurun waktu 500 tahun.
Meskipun pemerintah sudah berusaha keras untuk memadamkannya, namun upaya tersebut tetap gagal. Ujungnya, pemerintah membiarkan api tersebut padam dengan sendirinya.
Vorkuta merupakan sebuah kota terbengkalai di Rusia yang juga disebut sebagai kota hantu nan beku. Dari foto-foto yang berdedar di dunia maya, seluruh bangunan di Vorkuta berwarna putih tertutup salju.
Vorkuta ditinggalkan pasca Uni Soviet runtuh di tahun 1991. Banyak usaha pertambangan di kota itu yang tutup, sehingga menyebabkan para pekerjanya kehilangan mata pencaharian.
Lokasi Vorkuta juga sangat terpencil. Jadi, masyarakat kesulitan untuk mencari pekerjaan baru yang menjanjikan.
Terakhir, ada Pulau Hashima di Jepang yang juga ditinggalkan para penghuninya. Hashima terkenal dengan nama Gunkanjima atau kapal perang. Sebab, pulau ini juga menyerupai kapal perang Jepang, Tosa.
Pulau Hashima ditinggalkan pada tahun 1974 karena cadangan batu baranya semakin menipis. Secara perlahan, penduduk Hashima pergi dan membuat tempat ini telantar.
Selama masa Perang Dunia II, ada sekitar 5.000 orang yang menetap di Hashima. Populasinya terus meningkat saat Jepang melakukan industrialisasi dengan cepat pascaperang.
Di pulau ini, terdapat berbagai bangunan beton bertulang yang sempat dijadikan lokasi tinggal dan tempat kerja.