Tim yang dipimpin Steve Palumbi ini menemukan beragam ekosistem yang ada di dalam maupun sekitar kawah bom. Beberapa diantaranya adalah terumbu karang seukuran mobil, gerombolan ikan termasuk tuna, hiu, dan kakap. Tim tersebut juga menemukan kepiting kepala atau coconut crab yang mengonsumsi buah kelapa yang mengandung radioaktif.
Palumbi mengatakan bahwa kepiting, ikan, hingga terumbu karang di Bikini Atoll terlihat normal dan sehat. Bahkan, sejumlah terumbu karang diklaim sudah ada di sana di sana sejak lebih dari satu dekade. Terdapat bukti mereka mulai tumbuh sekitar 10 tahun setelah bom dijatuhkan.
“Laguna ini penuh dengan kumpulan ikan yang berputar-putar di sekitar karang hidup. Anehnya mereka dilindungi oleh sejarah tempat ini, populasi ikannya lebih baik daripada di beberapa tempat lain karena dibiarkan begitu saja, hiunya lebih banyak dan karangnya besar. Ini adalah lingkungan yang luar biasa, cukup aneh,” ungkap Steve Palumbi.
Tim Palumbi akan memusatkan upaya penelitian mereka pada karang dan kepiting kelapa. Alasannya adalah karena mereka memiliki rentang hidup yang panjang, sehingga memungkinkan para ilmuwan untuk menyelidiki apa efek paparan radiasi terhadap DNA hewan setelah terbentuk di dalamnya.
“Karena ikan memiliki masa hidup yang relatif pendek, ada kemungkinan ikan yang terkena dampak terburuk mati beberapa dekade yang lalu,” kata Palumbi.
Ia menjelaskan, ikan yang hidup di Bikini Atoll saat ini hanya terkena paparan radiasi tingkat rendah karena mereka sering berenang masuk dan keluar dari atol.
Meski kehidupan tumbuhan, hewan dan ekosistem laut menunjukkan tanda-tanda pemulihan, namun manusia masih tidak dapat hidup dan bekerja di sana.
Dalam sebuah laporan PBB pada tahun 2012 lalu mengatakan efek radiasi bertahan lama. Pelapor khusus Calin Georgescu, dalam sebuah laporan kepada dewan hak asasi manusia PBB, mengatakan "kontaminasi lingkungan yang hampir tidak dapat diubah" telah menyebabkan hilangnya mata pencaharian dan banyak orang terus mengalami "pengungsian tanpa batas".