WASHINGTON, iNews.id - Chief Executive Facebook Mark Zuckerberg mengatakan perusahaannya akan meningkatkan upaya memblokir ujaran kebencian di Myanmar. Ujaran kebencian memicu kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine yang menyebabkan 650.000 warga mengungsi ke Bangladesh.
Hal itu dia ungkapkan saat menghadapi berbagai pertanyaan di hadapan senator di Gedung Capitol, Washington, Amerika Serikat (AS), Selasa 10 April.
Facebook dituduh tidak melakukan banyak tindakan pencegahan terhadap berisi ujaran kebencian di Myanmar oleh aktivis hak asasi manusia. Padahal, Facebook merupakan salah satu media sosial yang dominan di negara tersebut.
"Apa yang terjadi di Myanmar merupakan tragedi yang mengerikan, dan kita perlu melakukan lebih banyak lagi," kata Zuckerberg, seperti dilansir Reuters, Rabu (11/4/2018).
Pertemuan Zuckerberg dengan Komite Perdagangan Senat AS dan Komite Kehakiman Senat AS berlangsung selama 5 jam.
Seperti diketahui, lebih dari 650.000 warga Muslim Rohingya melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar, ke Bangladesh sejak serangan gerilyawan memicu tindakan kekerasan dan keamanan pada Agustus lalu.
Para pejabat PBB yang menyelidiki kemungkinan adanya genosida di Myanmar menyatakan, Facebook menjadi sumber propaganda anti-Rohingya.
Marzuki Darusman, Ketua Misi Pencari Fakta Internasional Independen PBB di Myanmar, mengatakan media sosial memainkan peran penting terkait kasus kekerasan di Myanmar.
“Hal ini (Facebook) secara substantif berkontribusi pada tingkat kepincangan dan pertikaian dan konflik dalam masyarakat. Pidato kebencian tentu saja merupakan bagian dari itu. Sejauh menyangkut situasi di Myanmar, media sosial Facebook, dan Facebook adalah media sosial,” ujar Darusman.
Sementara itu, Zuckerberg menyebut Facebook mempekerjakan puluhan pembicara berbahasa Burma untuk menghapus konten yang mengancam.
"Sulit untuk melakukannya tanpa orang yang bisa berbicara bahasa lokal, dan kami perlu meningkatkan upaya kami di sana secara dramatis," kata dia.
Selain itu, Zuckerberg mengklaim Facebook juga meminta kelompok masyarakat sipil membantu mengidentifikasi tokoh-tokoh yang harus dilarang dari jaringannya.
Dia menambahkan, tim Facebook juga akan membuat perubahan produk yang dirahasiakan di Myanmar dan negara-negara lain di mana kekerasan etnis menjadi masalah utama.