Peran Finlandia dalam mempromosikan perdamaian tidak lepas dari politik netralitas dalam hubungan luar negeri antara Rusia dan Barat. Politik netralitas ini telah berlangsung sejak Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat.
Posisi geografis yang berbatasan langsung dengan Rusia dan sejarah negeri mereka yang pernah berada di bawah Kekaisaran Rusia menempatkan negara ini dalam risiko intervensi Rusia. Oleh sebab itu, netralitas dan politik jalan tengah yang dibangunnya menjadi kekuatan Finlandia di panggung internasional.
Dalam konteks hubungan Rusia-AS, Finlandia pernah memfasilitasi KTT kedua negara ini sebanyak tiga kali selama masa Perang Dingin (1975, 1988, dan 1990) dan dua kali setelah Uni Soviet bubar (1992 dan 1997). Sejarah tersebut kemudian berulang lagi pada Senin lalu.
Catatan kedua terkait pertemuan puncak AS-Rusia adalah penampilan Putin yang lebih menonjol dalam sesi tanya-jawab, yang merupakan sesi paling kritis dalam diplomasi. Dalam sesi tanya-jawab, kemampuan pemimpin dalam menguasai materi sangat menentukan persepsi yang akan lahir di benak penonton.
Setiap jurnalis yang hadir di dalam ruangan tersebut memiliki kebebasan untuk menanyakan segala hal dan kesempatan itu biasanya tidak dilewatkan oleh para jurnalis untuk menanyakan hal-hal yang sensitif terkait hubungan AS-Rusia, yaitu dugaan intervensi Rusia atas pemilu di AS. Seperti sebuah debat pilpres, pertanyaan tersebut lebih menguntungkan Putin karena dapat menjelaskan posisi Rusia secara langsung.
Putin memanfaatkan kesempatan untuk dapat memperlihatkan dan memberikan citra sebagai pemimpin yang menguasai masalah dan dapat menjawab secara otoritatif. Penjelasannya penting karena selama ini informasi dari sisi Rusia cenderung terdistorsi oleh media Barat.
Terlepas dari konteks tersebut, saya pribadi menyayangkan para jurnalis yang mendapat kesempatan di dalam ruangan tersebut justru tidak menanyakan lebih dalam tentang masalah-masalah dunia penting seperti masa depan Suriah, denuklirisasi, kerja sama menghancurkan ISIS, kemajuan HAM, masalah Iran, dan seterusnya.
Sedikit orang atau jurnalis yang bisa mendapat kesempatan. Beberapa jurnalis di dalam pertemuan itu lebih tertarik untuk menanyakan hal yang bersifat bias politik dalam negeri di AS, seperti dugaan intervensi pemilu dan hubungan AS dengan EU.
Catatan ketiga saya adalah kurangnya detail kesepakatan yang secara formal disampaikan dalam konferensi pers di antara Trump dan Putin. Pertemuan puncak apa pun dalam segala bidang, apalagi menyangkut dua negara besar, biasanya didahului oleh sejumlah pertemuan yang dilakukan oleh perwakilan dari kedua belah pihak untuk menyepakati hal-hal yang akan disetujui dan yang tidak disetujui.
KTT adalah formalitas untuk mengesahkan apa yang sudah dibicarakan sebelum pertemuan itu terjadi. KTT juga bisa menjadi puncak bagi kedua pemimpin untuk membicarakan dan memutuskan hal-hal yang tidak dapat diputuskan oleh jajaran di bawah mereka.
Sering kali pertemuan secara pribadi para pemimpin adalah cara di mana sebuah kebuntuan dalam negosiasi dapat diselesaikan. Hal ini terjadi karena salah satu pihak dapat memberikan kredibilitasnya untuk meyakinkan pihak lain untuk maju mencapai kesepakatan.
KTT yang telah berakhir kemarin membutuhkan langkah lanjut dari kedua belah pihak. Hal ini tidak mudah terutama dari sisi AS, karena beberapa saat lagi akan dilakukan mid-term election (pemilu sela) untuk memilih anggota Kongres.
Kongres juga sedang melakukan dengar pendapat terkait dugaan Rusia mencampuri pemilu di AS. Pihak AS telah mengindikasikan 12 intelijen Rusia, 13 orang berkewarganegaraan Rusia, dan 3 perusahaan terlibat dalam intervensi, khususnya surel dari Partai Demokrat pada pemilu 2016 yang lalu.
Putin sudah menawarkan kerja sama untuk menyelidiki mereka sebagai bagian dari upaya untuk mengklarifikasi ketidakterlibatan mereka dalam aksi tersebut. Fakta-fakta tersebut akan menjadi penghambat utama dari upaya untuk menormalisasi hubungan AS-Rusia yang selama ini berada di titik paling bawah hubungan diplomasi.*
*Artikel ini pernah ditayangkan di KORAN SINDO