Tiba-tiba, dia mendengar suara sejumlah lelaki mendobrak pintu rumah mereka. “Ibuku berlari untuk menahan mereka (Taliban), tetapi pada saat itu mereka sudah mendobrak pintu,” kata Qamar.
“Mereka membawa ayah dan ibuku ke luar dan menembak mereka beberapa kali. Aku ketakutan.”
Namun rasa takut itu hanya berlangsung beberapa saat. Tak lama kemudian, amarah sudah menguasai remaja perempuan itu setelah menyaksikan langsung kedua orang tuanya meregang nyawa.
“Aku mengambil senapan yang kami punya di rumah, pergi ke pintu dan menembak mereka,” kata Qamar yang pernah diajari oleh ayahnya cara menembakkan senapan serbu AK-47.
Adik laki-lakinya ikut membantu Qamar ketika salah satu pemberontak—yang tampaknya adalah pemimpin kelompok penyerang—mencoba membalas tembakan gadis yang baru saja menjadi yatim piatu itu.
“Adikku mengambil senapan dariku dan menembaknya. Tentara itu melarikan diri dalam keadaan terluka. Bisa saja dia akan kembali lagi nanti (mencari kami,” kata Qamar.
Beberapa saat kemudian, beberapa penduduk desa dan milisi propemerintah tiba di rumah Qamar. Orang-orang Taliban yang tersisa akhirnya melarikan diri setelah sempat terjadi baku tembak.