DUBAI, iNews.id - Pemimpin Hamas Ismail Haniya menegaskan faksi perlawanan yang dipimpinnya bisa fleksibel dalam negosiasi dengan
Israel terkait perang di Gaza. Meski demikian Hamas siap untuk terus berperang.
Negosiasi gencatan senjata kemanusiaan masih berlangsung di Mesir setelah pekan lalu berlangsung di Paris, Prancis. Hamas belum
menentukan sikap atas proposal yang diajukan Israel yakni gencatan senjata selama Ramadan. Selama periode itu, Hamas diminta membebaskan sandera Israel tersisa. Sebagai imbalannya Israel membebaskan ratusan tahanan Palestina.
Hamas sebelumnya menegaskan, Israel harus menghentikan semua serangan serta menarik pasukan dari Gaza. Setelah itu Hamas baru bersedia negosiasi soal pertukaran tahanan. Namun Israel menolak proposal itu, bahkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebutnya sebagai khayalan.
Lebih lanjut Haniya, dalam pidato yang disiarkan di televisi, mendesak poros perlawanan yakni milisi sekutu Iran, seperti Hizbullah Lebanon,
Houthi Yaman, dan Perlawanan Islam di Irak, untuk meningkatkan bantuan terhadap rakyat Palestina di Gaza. Seruan yang sama juga disampaikan untuk negara-negara Arab.
“Adalah tugas negara-negara Arab dan Islam untuk mengambil inisiatif mematahkan konspirasi kelaparan di Gaza”, kata kepala biro politik Hamas itu, merujuk pada kebijakan Israel membuat warga Gaza kelaparan dengan mencegat masuknya bantuan bahan makanan.
Pada kesempatan itu Haniya juga meminta warga Palestina di Yerusalem dan Tepi Barat untuk berbondong-bondong datang ke Masjid Al Aqsa pada hari pertama Ramadhan untuk melaksanakan Sholat Tarawih. 1 Ramadan kemungkinan jatuh pada 10 Maret.
Sebelumnya Israel akan membatasi umat Islam ke Masjid Al Aqsa selama Ramadan. Pembatasan ini diyakini akan memicu bentrokan seperti terjadi pada Ramadan tahun-tahun sebelumnya.