KAIRO, iNews.id - Konferensi tingkat tinggi (KTT) perdamaian Gaza di Sharm El Sheikh, Mesir, menjadi ajang diplomasi besar negara-negara Muslim dan Arab untuk menandatangani deklarasi perdamaian Gaza. Namun dari sekian banyak peserta, dua negara berpengaruh, Iran dan Malaysia, tidak hadir, karena memegang prinsip yang berbeda dari arus utama.
Absennya kedua negara itu menyoroti perbedaan pendekatan dalam politik luar negeri dunia Islam terhadap isu Palestina. Di satu sisi, ada negara-negara yang memberikan dukungan penuh terhadap rencana perdamaian 20 poin yang diusulkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Di sisi lain, Malaysia menolak tunduk sepenuhnya pada skema yang dianggap belum menyentuh akar persoalan: keadilan dan hak rakyat Palestina.
Sementara Iran mendukung rencana perdamaian Trump untuk menghentikan perang di Gaza, namun menolak duduk bareng dengan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang memusuhinya.
Malaysia: Dukung Perdamaian, tapi Bukan Tanpa Syarat
Perdana Menteri Anwar Ibrahim menjelaskan, Malaysia tidak diundang ke KTT karena memberikan dukungan bersyarat terhadap rencana damai yang dirilis Trump pada 29 September lalu.
“Malaysia tidak diikutsertakan karena kita menyatakan dukungan dengan beberapa keberatan,” ujar Anwar, kepada parlemen, dikutip, Rabu (15/10/2025).
Menurut dia, dukungan Malaysia bersyarat pada penyelesaian menyeluruh yang menjamin pemulangan warga Palestina yang diusir secara paksa, serta perlindungan hak kenegaraan Palestina. Dia juga menyoroti kekerasan yang masih dilakukan pemukim ilegal Yahudi di Tepi Barat, yang dinilai bertentangan dengan semangat perdamaian sejati.
“Malaysia mendukung penghentian perang dan pembunuhan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak. Tapi kita tidak akan mendukung perdamaian yang melupakan keadilan,” tuturnya.
Meski absen di KTT, Malaysia tetap menunjukkan komitmen kemanusiaan. Anwar mengaku telah berbicara dengan otoritas Mesir untuk membuka akses bantuan makanan dan medis ke Gaza melalui perbatasan Rafah. Kuala Lumpur juga siap mengirim tenaga medis dan spesialis jika diminta PBB.