Saya masih teringat seorang diplomat Amerika yang pernah bertugas di Mesir, Libanon, dan Tunisia. Beliau datang ke Islamic Center menyampaikan keinginannya masuk Islam karena keindahan Islam dalam aspek ruhiyah-nya.
Yang paling membekas dalam batin Beliau ketika itu justru suara azan.“Suara itu masing terngiang-ngiang di telinga saya” katanya.
Singkat cerita sang diplomat itu mengikrarkan syahadah karena faktor keindahan sentuhan ruhiyah Islam melalui lantunan azan di saat salat.
Inilah barangkali rahasianya kenapa ada yang merasa terganggu, bahkan tidak menghendaki suara azan menggema. Karena diakui atau tidak kenyataannya memang bisa dianggap ancaman bagi kelompok yang aslinya memang fobia.
Mungkin contoh yang agak ekstrem dalam benak sebagian orang adalah kisah di bawah ini.
Seorang perempuan yang masih muda, berkulit putih, bernama biru, berumur sekitar 24 tahun hadir di kelas mualaf saya beberapa tahun lalu. Hadir juga seorang perempuan lain, juga berkulit putih, tapi mengaku pembela hak-hak perempuan. Bahkan dengan tegas dan bangga menyatakan diri sebagai “the feminist”.
Di sela-sela dialog antara saya dan peserta diskusi terjadi dialog yang cukup seru tentang kedudukan perempuan dalam Islam. Yang menarik adalah dialog kedua perempuan yang saya sebutkan di atas.
Sang feminis: “Islam is discriminative to women. Look at how Islam permits men to marry more than one,” katanya.
Perempuan muda: “Listen, I am a second wife. But Ibdon’t feel at all as having a half husband. My husband is fully responsible and taking care of me”.
Lanjutnya lagi: “I dropped out from my HS because I was pregnant and no one wanted to be responsible for my kid. But my husband married me, and takes my kid as his own kid”.
Itu hanya sebuah contoh yang ingin saya kemukakan di sini. Sebuah kisah nyata beberapa tahun lalu di New York. Mungkin contoh agak ekstrem dan berat bagi perasaan perempuan khususnya.
Tapi di situlah keindahan Islam dalam membangun dan menjaga masyarakat luas. Bahwa dalam menilai Islam, pertimbangan ego bukan segalanya. Ada faktor-faktor sosial, moral dan kemasyarakatan yang di kedepankan.
Semakin Islam terekspos ke masyarakat Amerika semakin pula ternampakkan keindahan itu. Dan keindahan itulah yang menjadi daya tarik bagi mereka untuk menerima Islam sebagai jalan hidup mereka.
Faktor Amerika
Pertumbuhan Islam juga tentunya sangat ditentukan oleh faktor Amerikanya. Bahwa antara Islam dan Amerika ada kesenyawaan, keselarasan dan komonalitas yang tinggi.
Islam menjunjung tinggi kebebasan. Bahkan sering saya sampaikan bahwa Islam dan kebebasan itu bagaikan ikan dan air. Sebesar apapun ikan jika airnya kering, maka lambat laun ikan itu akan mati.
Amerika pada saat uang sama adalah negara yang menjadikan kebebasan sebagai pilar berbangsa dan bernegara. Amerika di mana-mana mengajarkan freedom (kebebasan) sebagai hak asasi manusia (basic human right) yang paling mendasar.