Tidak ada negara di dunia yang bebas dari femisida, namun Afrika mempertahankan jumlah kasus terbesar pada 2024 yakni sekitar 22.000.
"Femisida tidak terjadi secara terpisah. Femisida sering kali berada dalam rangkaian kekerasan yang bisa dipicu oleh sikap posesif, ancaman, dan pelecehan, termasuk online," kata Sarah Hendricks, direktur Divisi Kebijakan Perempuan PBB.
Laporan tersebut juga menyatakan perkembangan teknologi telah memperparah beberapa bentuk kekerasan terhadap perempuan dewasa dan anak-anak serta memunculkan bentuk-bentuk kekerasan lainnya, seperti membagikan foto tanpa persetujuan, doxing, dan video deepfake.
“Kita membutuhkan penerapan undang-undang yang mengakui bagaimana kekerasan terwujud dalam kehidupan perempuan, baik online maupun offline,, dan meminta pertanggungjawaban para pelaku jauh sebelum menjadi fatal,” kata Hendricks.