Faktor Penentu Kemenangan Trump
Ada beberapa alasan Trump memenangkan pilpres. Dia dianggap mampu memaksimalkan dukungan di daerah perdesaan Semua orang memperkirakan Trump akan mendominasi daerah pedesaan.
Trump membangun banyak dukungan di Indiana, Kentucky, Georgia, dan North Carolina. Di daerah pedesaan Pennsylvania, misalnya, tren umum saat suara dihitung adalah bahwa Trump mampu meningkatkan jumlah pemilih dan meningkatkan margin dukungannya di daerah inti Partai Republik.
Selain itu dukungan Demokrat di antara pemilih kulit berwarna, khususnya orang Latin, terus terkikis.
Jajak pendapat pra-pilpres menunjukkan Trump berada di jalur yang tepat untuk mendapat dukungan dari pemilih nonkulit putih. Terlihat beberapa perubahan dramatis dari tempat-tempat dengan populasi Amerika Latin yang besar.
Contoh yang paling jelas adalah Florida. Negara bagian itu bergerak ke arah yang jelas-jelas Republik demikian pula para pemilih Latinnya.
Daerah Miami-Dade, yang dulunya merupakan daerah Demokrat yang dapat diandalkan dengan populasi Kuba Amerika yang besar, beralih ke Trump dengan selisih dua digit.
Alasan lain adalah publik AS ternyata belum siap untuk menerima pemimpin perempuan. Bahkan hal itu disuarakan kalangan kaum hawa. Penyebabnya, AS menghadapi banyak tantangan, bukan hanya di dalam tapi juga terkait kebijakan luar negeri.
Isu gender tampaknya bukan menjadi motivasi seorang perempuan memilih presiden. Mereka lebih menilai dari kapasitas, bukan sekadar sesama jenis kelamin.
Menurut VoteCast, hanya sekitar 1 dari 10 pemilih yang mendukung Harris karena faktor gender. Sementara sekitar seperempatnya menilai calon presiden perempuan sebagai salah satu pendorong penting, namun bukan yang utama. Sekitar 4 dari 10 perempuan menilai gender bukan faktor utama.
Perempuan yang mendukung Trump dalam pilpres AS, Katherine Mickelson, mengatakan kepada Al Jazeera, persaingan menuju Gedung Putih tak didasarkan atas gender semata, namun faktor lain yang lebih besar. Menurut mahasiswi berusia 20 tahun asal Dakota Selatan itu dia memilih presiden karena kapasitasnya dalam nilai dan isu seperti bagaimana menangani permasalan ekonomi.
"Meskipun saya kira banyak perempuan ingin melihat presiden perempuan, termasuk saya, kita tidak akan begitu saja memilih seorang perempuan," ujarnya.