Pada Abad ke-19 AS melakukan intervensi terhadap negara lain, sebagian besar tujuannya didorong oleh peluang ekonomi di Pasifik dan Amerika Latin yang saat itu dikuasai Spanyol. Kemudian pada abad ke-20 intervensi AS terlihat dalam Perang Dunia I dan II. Pasukan AS bertempur bersama negara sekutu dalam kampanye internasional melawan Kekaisaran Jepang dan Nazi Jerman, berserta sekutu masing-masing.
Perang Dunia II berdampak pada kebijakan luar negeri yang mengekang, bertujuan untuk mencegah penyebaran komunisme dunia.
Perang Dingin yang terjadi setelah itu menghasilkan Doktrin Truman, Eisenhower, Kennedy, Carter, dan Reagan. Semuanya menyaksikan keterlibatan AS dalam spionase, pergantian rezim, perang proksi, serta aktivitas rahasia lain guna melawan rezim boneka Soviet.
Daniel Kovalik, seorang pakar HAM internasional dari Universitas Pittsburgh, menjelaskan AS menggunakan HAM sebagai alat gebuk. Padahal bukan itu yang dikejar AS, melainkan kepentingan ekonomi dan strategis AS.
Senada dengan Kovalic, pengamat asal Turki, Tunc Akkoc, menyebut demokrasi juga menjadi alat gebuk lainnya.
"Wacana tentang demokrasi adalah alat tekan AS terhadap negara-negara. Setiap wilayah yang mereka invasi hancur total baik secara fisik maupun spiritual karena mereka membuat tetangga saling bermusuhan," kata Akkoc.
Namun agresi militer langsung bukan satu-satunya cara AS. Negara itu juga menggunakan rayuan ekonomi, sanksi keuangan, infiltrasi budaya, hasutan untuk melakukan kerusuhan, manipulasi pemilu, dan tipu muslihat lain. Tujuan tersembunyinya menumbangkan negara-negara yang bermusuhan secara ideologis. Tindakan itu bahkan diakui mantan Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton dalam wawancara dengan CNN.
Mantan anggota DPR AS dari Iowa, Greg Cusack, menggambarkan kebijakan luar negeri negaranya. Sejak awal berdirinya, lanjut Cusack, AS telah membentuk budaya pembajakan yang menganjurkan penjarahan dan penaklukan.
Kemudian, setelah berakhirnya Perang Dingin yang ditandai dengan kemenangan Barat, AS menjadi satu-satunya negara adikuasa di dunia. Pada posisi itu AS melihat kesempatan langka untuk membentuk kembali dunia sesuai keinginannya dan berkuasa penuh atau unipolar.
Namun momen unipolar AS hanya berumur pendek dan bergeser ke multipolar setelah kebangkitan dunia timur sosialis yang dimotori Rusia. AS pun khawatir supremasi globalnya bisa melemah. Oleh karena itu, AS akan terus berusaha memperkuat cengkeramannya.