Migrain seringnya berhubungan dengan kondisi medis tertentu seperti depresi dan kecemasan, penyakit kardiovaskular, peradangan hidung atau sinus. Namun penyakit ini juga dapat dipicu oleh lingkungan, emosi dan makanan.
"Yang mengkhawatirkan adalah penelitian kami menemukan bahwa sekitar satu dari empat pasien di Singapura tidak berusaha mencari perawatan medis untuk migrain yang mereka derita," ujar Ong, yang juga adalah konsultan di Divisi Neurologi NUH dan presiden Headache Society of Singapore.
Menurut Dr Eric Finkelstein dari Duke-NUS Medical School, migrain memiliki efek jangka panjang yang merugikan pada pekerjaan, seperti mempengaruhi perkembangan karir seseorang dan kehidupan pribadi mereka.
Tes medis memakan sekitar 41 persen besaran biaya perawatan kesehatan akibat migrain, diikuti oleh obat-obatan alternatif (18 persen), konsultasi (16 persen), rawat inap (13 persen), dan obat-obatan (11 persen).
Para peneliti berharap hasil riset ini dapat meningkatkan kesadaran tentang migrain, sehingga lebih banyak orang dapat didiagnosis dengan benar dan tempat mereka bekerja akan lebih memahami para penderita.