YANGON, iNews.id – Rakyat penentang kudeta di seluruh Myanmar pada Minggu (28/3/2021) ini berduka atas pembantaian sedikitnya 114 warga sipil oleh aparat keamanan, Sabtu (28/3/2021). Itu menjadi hari paling berdarah di Myanmar sejak kudeta militer pada 1 Februari.
Meski sudah ratusan korban jiwa berjatuhan, rakyat Myanmar berjanji untuk terus menggelar aksi unjuk rasa demi mengakhiri pemerintahan junta militer.
“Kami memberikan hormat kepada para pahlawan kami yang mengorbankan nyawa selama revolusi ini dan kita harus memenangkan REVOLUSI ini,” ungkap salah satu kelompok utama dalam gerakan protes di Myanmar, Komite Pemogokan Umum Nasional (GSCN), dalam unggahannya di Facebook, dikutip Reuters, Minggu (28/3/2021).
Sabtu kemarin juga menjadi hari pertempuran terberat sejak kudeta militer, yang berlangsung antara tentara Myanmar dan kelompok etnik bersenjata yang menguasai sebagian besar negara itu. Jet tempur milik Angkata Bersenjata Myanmar menewaskan sedikitnya dua orang dalam serangan di sebuah desa yang dikendalikan oleh kelompok milisi Karen.
Sebelum itu, faksi Persatuan Nasional Karen menyatakan telah menyerbu sebuah pos militer Myanmar dekat perbatasan Thailand, menewaskan 10 orang.
Sayangnya, juru bicara junta Myanmar tidak menjawab panggilan telepon wartawan saat hendak dimintai komentarnya terkait pembantaian warga sipil ataupun pertempuran itu.
Dalam parade militer yang digelar untuk memperingati Hari Angkatan Bersenjata Myanmar, kemarin, pemimpin junta Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan, tentara akan melindungi rakyat dan memperjuangkan demokrasi. Namun ironisnya, pada hari yang sama, 114 orang di seluruh negeri itu tewas akibat tindakan keras aparat saat meredam aksi massa.