Hasil penyelidikan mendapati, profesor yang tak disebutkan identitasnya itu juga meminta seorang mahasiswa bekerja selama 54 jam untuk mengonversi buku reguler menjadi braille atas nama putrinya. Untuk pekerjaan itu, dia dibayar 500.000 won atau sekitar Rp6,3 juta.
Bahkan, anak tersebut juga memenangkan sejumlah penghargaan akademik untuk poster dan laporan penelitian yang sebenarnya dibuat oleh mahasiswa ibunya.
Kasus ini semakin mencoreng kredibilitas di dunia pendidikan tinggi Korsel. Bukan rahasia lagi, mahasiswa pascasarjana kerap dieksploitasi, termasuk dipaksa bekerja berjam-jam di lab dan mengerjakan tugas profesor mereka.