Hasina telah menghabiskan sekitar 15 tahun sebagai pemimpin Bangladesh, menjadikannya salah satu perdana menteri yang paling lama menjabat di negara tersebut.
Vonis hukuman mati ini menandai babak paling dramatis dalam kariernya dan membawa implikasi besar bagi politik Bangladesh, terutama stabilitas dan rekonsiliasi nasional.
Jika hukuman ini benar-benar dieksekusi, akan menjadi preseden sejarah di Bangladesh: mantan pemimpin yang dijatuhi hukuman mati atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait protes domestik.
Namun, karier politik Hasina tidak lepas dari kontroversi besar. Pada pertengahan 2024, gelombang protes mahasiswa meletus di Bangladesh, yang kemudian berkembang menjadi krisis nasional. Hasina dituding sebagai dalang dalam penggunaan kekerasan terhadap para demonstran.
Jaksa penuntut mengatakan selama protes itu, aparat keamanan yang diarahkan oleh pemerintahan Hasina menggunakan senjata mematikan, termasuk helikopter, drone, dan senjata api berat.
Mereka juga menuduh Hasina menyuruh pasukan melakukan “pembunuhan massal” terhadap mahasiswa yang berdemonstrasi.