MOSKOW, iNews.id - Rusia menegaskan akan membalas setiap serangan rudal yang masuk ke wilayahnya dengan peluncuran misil berhulu ledak nuklir. Sebab, sistem pertahanan Rusia akan mendeteksi semua ancaman sebagai serangan nuklir.
Andrey Sterlin, Staf Umum Rusia, mengatakan sistem anti serangan udara Rusia tidak bisa membedakan apakah rudal yang diluncurkan mengangkut nuklir atau non-nuklir. Oleh karena itu dipakai skenario terburuk yakni menganggapnya sebagai serangan nuklir. Maka respons yang seimbang adalah mengirimkan rudal berkekuatan nuklir.
"Setiap rudal yang menyerang akan diperlakukan sebagai rudal yang dilengkapi nuklir. Informasi tentang peluncuran rudal otomatis akan dikomunikasikan kepada pemimpin tertinggi negara, tergantung pada situasinya, akan menentukan skala respons pasukan nuklir," kata Andrey dikutip dari laman Russia Today, Sabtu (8/8/2020).
Andrey mengatakan berakhirnya perjanjian pengurangan senjata nuklir START (Strategic Arms Reduction Treaty) akan membuka jalan bagi Amerika Serikat mengembangkan persenjataan nuklirnya tanpa batas.
Perjanjian START antara Rusia dan Amerika Serikat akan berakhir pada 5 Februari 2021. Presiden AS, Donald Trump, menolak untuk memperpanjang perjanjian tersebut. Trump beralasan kesepakatan tersebut akan menguntungkan Moskow.
START merupakan perjanjian yang membatasi jumlah hulu ledak nuklir strategis yang dikerahkan, dan memungkinkan kedua negara untuk memantau satu sama lain, baik dari jarak jauh maupun di tempat.