Pandangan yang sama awalnya juga berlaku bagi perawat. Pasien di rumah sakit cenderung ingin melihat semua perawat sama karena terkait pelayanan kepada publik. Di sisi lain perawat juga harus merasakan kenyamanan yang sama seperti didapat semua pasien, tanpa memandang ras atau agama.
"Kami tidak ingin perbedaan terlihat dalam pakaian perawat, membuat ini (jilbab) lebih sulit untuk dicapai," kata Lee, seperti dilaporkan The Straits Times.
Namun berdasarkan pengamatan, kata dia, interaksi antar-ras ternyata tetap nyaman di rumah sakit meskipun perawat berjilbab. Sebaliknya para perawat berjilbab juga nyaman berinteraksi dengan pemeluk agama lain.
Lebih luas lagi, lanjut Lee, anak-anak muda di Singapura kini juga bisa lebih menerima perbedaan ras dan agama.
Dalam pernyataan terpisah, Juru Bicara Kementerian Tenaga Kerja Singapura (MOM) mengatakan, penyedia lapangan kerja layanan kesehatan swasta didorong mengambil langkah soal aturan jilbab, namun tidak mewajibkannya.
“Pengusaha sektor swasta harus terus menetapkan persyaratan seragam atau aturan berpakaian yang sesuai dengan sifat pekerjaan atau untuk alasan operasional dan keselamatan,” bunyi pernyataan MOM.