Lembaga-lembaga kemanusiaan juga memperingatkan serangan Israel ke Rafah sama saja dengan menciptakan pertumpahan darah. Lebih dari 1 juta pengungsi mendiami padang luas yang berbatasan dengan Mesir tersebut.
Para relawan kemanusiaan menegaskan, serangan itu bukan hanya sebagai pembantaian massal tapi juga menghambat bantuan kemanusiaan.
Di saat yang sama para dokter dan pekerja kemanusiaan berjuang untuk memberikan bantuan bahan pokok untuk kelangsungan hidup pengungsi serta menghentikan penyebaran penyakit.
“Perang tidak boleh dibiarkan di kamp pengungsi raksasa. Permusuhan yang meluas ke Rafah bisa meruntuhkan respons kemanusiaan,” kata Jan Egeland, sekjen Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), seraya memperingatkan terjadinya pertumpahan darah jika operasi Israel berlanjut ke Rafah.
Santosh Kumar, seorang dokter yang meninggalkan Gaza pekan lalu, menggambarkan Rafah sebagai penjara tertutup dengan limbah kotoran manusia mengalir di berbagai tempat yang begitu padat. Hampir tidak ada ruang bagi kendaraan medis untuk lewat.
“Jika bom yang sama yang digunakan di Khan Younis juga digunakan di Rafah, setidaknya jumlah korban akan meningkat 2 atau 3 kali lipat karena populasinya sangat padat,” kata Kumar.
Pemerintah Israel sebelumnya menyatakan akan bergerak maju dari Khan Younis, kota utama di selatan Gaza, menuju Rafah. Populasi kota tersebut melonjak lima kali lipat setelah gelombang pengungsian mengalir dari Gaza bagian utara dan tengah.