Melalui kegiatan ini, lanjut Ria, harapannya pelajar yang bertindak sebagai kader kesehatan di sekolah bisa merangkul teman-temannya yang terindikasi memiliki perilaku tersebut. Mengingat pelajar usia belasan tahun memasuki fase lebay, yakni hal kecil yang dibesar-besarkan.
“Fase remaja ini, tidak berani menyampaikan keinginannya, jadi dibutuhkan orang ketiga untuk mendampingi, bisa teman dekat, guru BP,” ucapnya.
Dalam sosialisasi kesehatan jiwa ini, pelajar diarahkan untuk berfikir bahwa jangan merasa paling lebay sendiri, tidak boleh membully, ataupun sikap kakak kelas yang mengintimidasi adik kelas. “Kekerasan fisik, bulying, adalah hal-hal yang membuat anak-anak lebih depresi,” tuturnya.
Deteksi dini cemas dan depresi melalui SRQ 20 ini, lanjut Ria, untuk lebih mengerti kondisi kesehatan para pelajar, dengan mengisi jawaban dari 20 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan atau masalah tertentu yang mungkin dirasakan mengganggu selama 30 hari terakhir.
Dalam menjawabnya pertanyaan tersebut jika keluhan atau masalah yang ditanyakan sesuai dengan kondisi yang dirasakan, maka penjawab dapat mencentang kolom jawaban YA, atau jika tidak mencentang kolom jawaban TIDAK. “Minimal dari SRQ 20 ini kita bisa tau ada gangguan kecemasan dan depresi yang dialami para pelajar ini atau tidak,” kata Ria.