BEKASI, iNews.id - Ratusan ikan sapu-sapu ditemukan mati mengambang di bantaran Kali Bekasi, Rabu (12/9/2018) siang. Diduga kematian ikan yang juga dikenal dengan nama bandaraya itu terkontaminasi limbah.
“Lokasinya ada di pertemuan Sungai Cileungsi dengan Kali Bekasi di kawasan Curug Parigi Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi sekitar pukul 12.30 WIB,” kata Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas (KP2C) Puarman di Bekasi, Rabu (12/9/2018).
Menurut dia, temuan tersebut terjadi saat dirinya melakukan observasi sungai menjelang pelaksanaan program Bersih-Bersih Sungai secara serentak di Indonesia pada Oktober 2018.
Ikan tersebut tampak mengambang secara berkerumun di sejumlah bantaran sungai dan mengeluarkan bau amis menyengat.
Puarman menduga, ikan tersebut mati akibat keracunan limbah industri yang sejak dua pekan terakhir mencemari aliran Sungai Cileungsi dan Kali Bekasi.
Dugaan itu disampaikan Puarman karena ada temuan sebuah pipa pembuangan limbah yang tersembunyi di dasar sungai pada Senin (27/8/2018). Posisi pipa tersebut tepatnya di Kampung Bojong, Cicadas, Gunung Putri, Kabupaten Bogor, yang mengarah ke Curug Parigi. Pipa berdiameter sekitar 70 sentimeter itu sengaja disembunyikan oleh pemiliknya dengan ditanam di dasar sungai.
“Pipa secara kasat mata akan terlihat karena debit sungai sedang menyusut akibat kemarau panjang,” ujar dia.
Puarman mengaku telah melaporkan temuan ikan mati itu kepada Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kota Bekasi untuk segera dilakukan penelusuran.
Secara terpisah, Kepala Dinas LH Kota Bekasi Jumhana Luthfi mengatakan, segera menindaklanjuti laporan tersebut dengan mencari tahu penyebab ekosistem sungai tersebut mati.
“Bisa saja ikan-ikan itu mati akibat mabuk karena terjadi turbulensi aliran sungai dekat air terjun Curug Parigi di musim kemarau ini atau bisa juga pengaruh limbah industri,” kata Jumhana.
Menurutnya, Dinas LH hingga kini belum bisa menyimpulkan sebelum mengambil sampel air sungai. Nantinya, dugaan terkontaminasi limbah bisa terdeteksi setelah dilakukan uji laboratorium.
“Terus terang, kami kekurangan orang untuk memantau. Kami sudah bentuk pasukan katak beranggotakan 30 orang. Selama ini, mereka menyusuri sungai sambil angkut sampah,” tutur dia.