Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut modusnya dilakukan dengan mencampur beras biasa ke dalam kemasan premium atau medium, serta mengurangi isi bersih dari jumlah yang tercantum di label.
"Contoh di kemasan tertulis 5 kilogram, padahal isinya hanya 4,5 kilogram. Ada juga yang mengklaim beras premium, padahal isinya beras biasa. Selisih harga per kilogramnya bisa mencapai Rp2.000 sampai Rp3.000," kata Amran dalam pernyataannya beberapa waktu lalu.
Kementan telah melaporkan dugaan pelanggaran ini kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Amran berharap aparat penegak hukum segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku karena dampaknya sangat merugikan masyarakat, khususnya kalangan ekonomi lemah.
Empat perusahaan besar yang memproduksi beras dengan kemasan tak sesuai regulasi kini tengah diperiksa oleh polisi. Keempatnya adalah Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf membenarkan pemeriksaan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.
Wilmar Group diketahui memproduksi beras kemasan merek Sania, Sovia, Fortune, dan Siip. Sementara PT Food Station Tjipinang Jaya memasarkan produk beras seperti Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, dan Setra Pulen. PT Belitang Panen Raya (BPR) memproduksi merek Raja Platinum dan Raja Ultima, sedangkan PT Sentosa Utama Lestari memasarkan beras merek Ayana.
Selain itu, enam produsen lain juga ditemukan memproduksi beras tidak sesuai ketentuan, antara lain PT UCI (Larisst, Leezaat), PT BPS Tbk (Topi Koki), PT BTLA (Elephas Maximus, Slyp Hummer), PT SJI (Dua Koki, Subur Jaya), CV BJS (Raja Udang, Kakak Adik), dan PT JUS (Pandan Wangi BMW Citra, Kepala Pandan Wangi).