Pada 10 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu setelah bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. Berita kekalahan ini ditutupi oleh Jepang, namun Suwiryo dengan berani menyampaikan kekalahan tersebut kepada masyarakat Jakarta dalam sebuah pertemuan.
Hal ini memicu demam kemerdekaan di Ibu Kota, mendorong Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Pada 19 September 1945, kekuasaan beralih dari Jepang dan Suwiryo ditunjuk sebagai wali kota Jakarta pada 23 September 1945.
Suwiryo berperan penting dalam terselenggaranya proklamasi kemerdekaan di kediaman Bung Karno pada 17 Agustus 1945, meskipun awalnya direncanakan di Lapangan Ikada (sekarang Monas). Setelah proklamasi, pada 17 September 1945, Suwiryo bersama para pemuda menggerakkan massa menghadiri rapat raksasa di lapangan Ikada untuk menunjukkan tekad mempertahankan kemerdekaan.
Suwiryo sempat ditangkap oleh pasukan NICA pada 21 Juli 1947 di kediamannya di kawasan Menteng. Setelah disekap selama lima bulan di Jalan Gajah Mada, ia dipindahkan ke Semarang dan kemudian ke Yogyakarta, di mana ia disambut oleh Panglima Besar Sudirman dan ditempatkan di Kementerian Dalam Negeri RI sebagai pimpinan Biro Urusan Daerah Pendudukan (1947-1949).
Pada September 1949, Suwiryo kembali ke Jakarta sebagai wakil Pemerintah pada Republik Indonesia Serikat (RIS). Presiden RIS Sukarno mengangkatnya kembali sebagai wali kota Jakarta Raya pada 17 Februari 1950. Pada 2 Mei 1951, Suwiryo diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Sukiman-Suwirjo, dan jabatan wali kota digantikan oleh Syamsurizal dari Masyumi.
Setelah berhenti menjadi Wakil Perdana Menteri, Suwiryo diperbantukan di Kementerian Dalam Negeri dan kemudian menjabat sebagai Presiden Direktur Bank Umum serta Presiden Komisaris Bank Industri Negara (BIN) yang kemudian dikenal dengan Bapindo.
Raden Suwiryo meninggal pada 27 Agustus 1967 pada usia 64 tahun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Warisannya sebagai tokoh pergerakan dan pemimpin pertama Jakarta tetap dikenang hingga kini.