3. Pra mafia tanah memanfaatkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang digulirkan oleh Presiden Joko Widodo.
"Sertifikat sebenarnya sudah jadi, tapi seolah-olah sudah diberikan kepada korban. Ada figur peran pengganti. Jadi apabila dicek administrasi sudah diserahkan kepada pemohon," ucap Hengki.
Setelah proses administrasi penyerahan tersebut selesai, para pelaku akan mengubah data identitas kepemilikan dan luas bidang tanah dari sertifikat tersebut.
"Dalam modus ini ada dua korban, pemohon PTSL dan pemilik tanah yang lahannya diserobot," ucap Hengki.
4. Para mafia tanah mengakses secara ilegal data kepemilikan tanah yang tercatat di sistem Komputerisasi Kerja Pertanahan (KKP) Kementerian ATR/BPN.
"Jadi menggunakan akses ilegal. Mereka dapat melakukan input data, melakukan otentikasi, dan validasi perubahan data lahan," tutur Hengki.
"Ini masih kami selidiki, karena banyak korban yang tidak sadar ternyata tanahnya sudah diambil alih oleh mafia tanah," tuturnya.