Pejabat yang akrab disapa Bang Pepen itu menuturkan, sejak kepemimpinan Anies, DKI tidak lagi memberikan hibah untuk pengelolaan Bantargebang, namun hanya memberikan dana kompensasi aroma bau tumpukan sampah ke masyarakat.
“Hibah tahun ini belum kelihatan. Kalau uang bau itu memang dan itu memang suatu keharusan karena ada 300.000 meter kubik lebih terpakai menampung sampah DKI,” tutur dia.
Rahmad Effendi kemudian membandingkan dengan kepemimpinan gubernur sebelum Anies Baswedan. DKI sebelumnya memberikan hibah kemitraan dalam bentuk pembangunan fisik untuk mempelancar jalur truk sampah, seperti pembangunan jembatan Jatiwaringin, flyover Rawa Panjang, dan Cipendawa. Pemberian dana hibah tersebut sebesar Rp200 miliar.
“Dulu Jatiasih macet, DKI masuk bantu. Jalan lebih lebar, akhirnya truk sampah DKI kita izinkan lewat sana. Begitu juga Jalan Cipendawa. Nah yang sekarang sedang dibangun flyover Rawa Panjang dan Cipendawa Narogong. Itu jadi pasti mobilitas truk sampah lebih leluasa dan tidak bikin macet,” ujar Rahmat Effendi.
Dia menilai kondisi sekarang justru terkesan mengalami kemunduran. Bahkan, DKI merasa tidak memiliki kewajiban seperti yang tertera dalam perjanjian kemitraan.
“Sampai saat ini saya belum dapat kabar. Sebenarnya itu enggak perlu dicolek karena itu sudah tersirat dalam perjanjian kerja sama. Kan enak misal pak wali ini hibahnya, bantaunnya mau dipakai di mana. Perlu diingat, dampak sampah tidak bisa dibayar pakai uang bau saja tapi banyak dampak lainnya, bisa pengembangan infrastruktur di wilayah TPST Bantargebang dan sekitarnya,” ujar Rahmat Effendi.