Dia juga mengingatkan, dengan tingkat kepadatan saat ini, ribuan sekolah di Jakarta letaknya saling berdekatan. Hal ini yang menimbulkan permasalahan bagi para pedagang jika Raperda ini diterapkan.
"Jakarta itu kurang lebih lebih ada lebih dari 4.000 sekolah ya, yang saya kira kalau kita lihat titiknya tuh kan hampir berhimpitan tidak jauh begitu, karena kan faktor kepadatan. Nah, ini yang kemudian menjadi problem," kata Tauhid.
Tauhid menambahkan, penjualan produk tembakau di warung juga memicu orang untuk berbelanja produk yang lain. Hal ini juga membantu banyak UMKM untuk meningkatkan penjualan.
"Banyak kios-kios yang bergantung pada produk tembakau sebagai produk yang paling ramai dan menjadi magnet untuk mereka mendapatkan income begitu. Ini bukan hanya warung kelontong, kios, kaki lima, tapi beberapa titik memang sangat kental terhadap produk tembakau ini," katanya.
"Sehingga, kalau misalnya produk tembakau ini hilang, maka juga ada ikutan lain. Biasanya mereka juga menjual minuman dan sebagainya sehingga kalau misalnya produk tembakau hilang ya mereka enggak akan tertarik untuk beli yang lain. Begitu. Saya kira ini yang menjadi problemnya," tuturnya.
Oleh karena itu, penerapan Perda KTR bisa membuat produk tembakau tidak bisa diperjualbelikan dan para pedagang warung mengalami penurunan pendapatan.
Tidak hanya itu, larangan memajang produk tembakau dapat memicu semakin maraknya produk tembakau ilegal yang sedang diburu pemerintah.
Selain itu hal ini dinilai akan berdampak signifikan terhadap pelaku UMKM. Dalam PP Nomor 28 Tahun 2024, pemerintah melarang keras promosi, iklan, sponsor, dan display (memajang) produk tembakau di tempat penjualan (termasuk warung) serta melarang penjualan produk tembakau eceran per batang.