Di zaman Hindia Belanda, Bekasi masih merupakan Kewedanaan (Distric), termasuk Regenschap (Kabupaten) Meester Cornelis. Saat itu, kehidupan masyarakatnya masih dikuasai para tuan tanah keturunan Cina (Tionghoa).
Kondisi ini terus berlanjut sampai pendudukan militer Jepang. Pendudukan militer Jepang turut merubah kondisi masyarakat saat itu. Jepang melaksanakan Japanisasi di semua sektor kehidupan dengan melahirkan pahlawan nasional asal Bekasi KH Noer Ali.
Nama Batavia diganti dengan nama Jakarta. Regenschap Meester Cornelis menjadi KEN Jatinegara yang wilayahnya meliputi Gun Cikarang, Gun Kebayoran, dan Gun Matraman. Hal itu membuat Bekasi menjadi salah satu daerah tertua di Indonesia.
Setelah proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, struktur pemerintahan kembali berubah. Nama KEN menjadi Kabupaten, Gun menjadi Kewedanan, Son menjadi Kecamatan, dan Kun menjadi Desa/Kelurahan.
Saat itu, Ibu kota Kabupaten Jatinegara selalu berubah-ubah. Mula-mula di wilayah Tambun, lalu ke Cikarang, kemudian ke Bojong (Kedung Gede). Pada waktu itu Bupati Kabupaten Jatinegara yaitu Bapak Rubaya Suryanaatamirharja.
Tidak lama setelah pendudukan Belanda, Kabupaten Jatinegara dihapus. Kedudukannya dikembalikan ke zaman Regenschap Meester Cornelis menjadi Kewedanan. Kewedanaan Bekasi masuk ke dalam wilayah Batavia En Omelanden.
Batas Bulak Kapal ke Timur termasuk wilayah negara Pasundan di bawah Kabupaten Karawang. Sedangkan, sebelah barat Bulak Kapal termasuk wilayah negara federal sesuai Staatsblad Van Nederlandsch Indie 1948 No 178 Negara Pasundan.
Kini, Bekasi terbagi menjadi dua wilayah Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Kota Bekasi terdiri atas 12 kecamatan dan 56 kelurahan. Sedangkan Kabupaten Bekasi terbagi menjadi 23 kecamatan, 180 desa, dan 7 kelurahan.