Suatu ketika bangsa tikus mengadakan rapat untuk mengatur siasat demi membebaskan diri mereka dari ancaman musuh, yaitu si kucing. Paling tidak mereka bermaksud menemukan cara untuk mengetahui jika si kucing datang, sehingga mereka punya waktu untuk kabur.
Sungguh, sesuatu harus dilakukan, karena mereka selalu hidup dalam cekaman ketakutan atas cakar-cakarnya sehingga mereka hampir tidak berani keluar dari sarang, siang maupun malam.
Banyak rencana dirundingkan, namun tak ada satupun yang dipandang cukup baik. Akhirnya seekor tikus muda angkat bicara:
"Saya punya rencana yang tampaknya sangat sederhana, tapi saya tahu ini akan berhasil. Yang perlu kita lakukan hanyalah memasangkan sebuah lonceng di leher si Kucing. Ketika lonceng berbunyi, kita akan langsung tahu bahwa musuh kita datang."
Semua tikus sangat terkejut karena rencana itu sama sekali tak pernah terpikirkan. Tapi di tengah keriangan, seekor tikus tua berkata:
"Bisa saya bilang rencana Tikus muda itu sangat bagus. Tapi saya ingin bertanya satu hal: siapa yang akan mengalungkan lonceng itu?"
Mengatakan sesuatu adalah satu hal, bagaimana melaksanakannya adalah hal lain.
Seekor elang menukik dengan sayap-sayap perkasa, menyambar seekor anak domba dengan cakarnya dan terbang bersamanya menuju ke sarang. Seekor gagak melihat perbuatan itu dan mendapat ide konyol bahwa ia pun cukup besar dan kuat untuk melakukan hal yang sama.
Maka dengan mengibas-ngibaskan bulu dan memasang wajah seram, ia pun menukik ke atas punggung seekor domba Jantan. Tapi ketika mencoba terbang kembali, ia tidak sanggup, karena cakar-cakarnya terbelit wol.
Jangankan bisa membawa pergi si domba jantan, binatang itu bahkan tak tahu gagak ada di atas punggungnya. Si Gembala melihat betapa gagak berusaha membebaskan diri dan segera menebak apa yang terjadi.
Ia berlari menghampiri dan menangkap burung itu dan memangkas bulu-bulu sayapnya. Petang itu ia berikan si gagak pada anak-anaknya.
"Sungguh burung lucu dia!" mereka tertawa. "Apa nama burung ini, Ayah?"
"Inilah gagak, anak-anak. Tapi kalau kau bertanya padanya, ia akan bilang dirinya seekor Elang."
Jangan biarkan kebanggaan diri membuatmu terlalu tinggi menakar kekuatan.
Seorang bocah diberi izin untuk memasukkan tangannya dalam sebuah toples untuk mendapatkan sejumlah kacang. Tapi ia mengambil teramat banyak dalam genggamannya sehingga ia tak bisa mengeluarkan tangannya kembali.
Di situlah ia berdiri, enggan untuk melepas sebiji pun kacang sehingga ia tak mampu untuk mengeluarkan semuanya sama sekali. Bingung dan kecewa ia mulai menangis.
"Anakku," kata ibunya, "berpuaslah dengan mengambil separuh bagian saja, maka kau akan bisa mengeluar kan tanganmu dengan mudah. Lalu mungkin kau akan bisa mengambil kacang lagi di lain waktu."
Jangan terlalu keras berusaha untuk mencapai segala hal sekaligus.
Demikian ulasan mengenai contoh cerita fabel. Semoga pesan moral dari cerita tersebut bisa dipahami ya!