3. Permainan Tradisional Bali Bernilai Sakral
Ayunan Jantra/Betara adalah permainan tradisional yang memiliki nilai sakral. Ayunan Jantra biasa digelar pada pelaksanaan upacara Ngusaba Gede Lanang Kapat yang merupakan rangkaian upacara Piodalan di Pura Desa Pancering Jagat di Desa Terunyan. Ayunan Jantra oleh di Desa Terunyan berbentuk Tapak Dara (swastika). Terbuat dari dua jenis kayu, yaitu kayu kesuna dan kayu owa. Dalam filosofi masyarakat Desa Terunyan, kehidupan manusia diibaratkan sebagai sebuah perputaran roda kehidupan yang disimbolkan dengan ayunan jantra. Sebelum melakukan acara inti dari permainan ayunan ini, diawali dengan upacara Mantening Ayunan yang merupakan upacara untuk memberi sajian kepada ayunan jantra, upacara pun dilakukan pada malam hari.
4. Aksi Bakar Alquran, Kemunafikan Barat soal Kebebasan Beragama
Menurut Beijing, aksi pembakaran Alquran oleh seorang politikus radikal di Swedia baru-baru ini mencerminkan kemunafikan Barat. Menurut Juru Bicara Menteri Luar Negeri China, kebebasan beragama harus dihormati karena merupakan konsensus yang dipegang teguh oleh komunitas internasional. China sebelumnya juga mengecam tindakan bom bunuh diri di salah satu masjid di Kota Peshawar, Pakistan, yang menewaskan lebih dari 100 orang dan melukai puluhan orang saat hendak salat berjamaah. Di China, sekitar 20 juta jiwa warganya beragama Islam yang memiliki beragam latar belakang.
5. Bukti dan Sejarah Kota Semarang yang Dulunya Lautan
Berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber, sebagian daerah Semarang bawah pada masa sekitar 800 tahun lalu dulunya adalah lautan. Buktinya ialah, sebagian Kota Semarang dulunya lautan adalah lokasi Kelenteng Sam Poo Kong yang berada di Gedung Batu, Jalan Simongan, Bongsari, Semarang Barat, yang dulu menjadi tempat berlabuhnya Laksamana Cheng Ho. pada masa abad-9 wilayah Bergota menjadi pelabuhan tempat kapal besar berlabuh pada masa Mataram Kuno dan Mataram Hindu. Wilayah yang saat ini berada pada sepanjang Simongan hingga Pasar Bulu yang berkembang menjadi pelabuhan utama dan satu garis pantai dengan wilayah Cheng Hoo berlabuh. Bukti geologis juga menunjukkan bahwa wilayah Kota Semarang dulunya lautan adalah di Kelurahan Gisikdrono. Geologi Belanda bernama Prof Van Bemmelen menyebutkan pergeseran garis pantai ini mencapai 8 meter setiap tahunnya.