JAKARTA, iNews.id – Era digital melahirkan banyak 'keajaiban'. Selain teknologi, istilah dan profesi baru pun bermunculan.
Soal pekerjaan, misalnya. Siapa dulu menyangka akan lahir profesi bernama youtuber, tiktoker dan lainnya. Tak kalah populer juga, influencer atau pemengaruh.
Meski sejatinya telah ada jauh sebelum era digital, tak dimungkiri sebutan influencer di Indonesia booming setelah era digital merebak dan akhirnya kini menjadi kosakata akrab di masyarakat.
Secara umum, influencer yaitu sesuatu yang memengaruhi keputusan seseorang. Pelakunya dapat berupa manusia, ideologi, nilai, seni, maupun hal lain yang memiliki pengaruh kuat.
Menurut dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Nisa Kurnia Illahiati, fenomena menuju influencer era kontemporer bahkan telah terlihat sejak Perang Dunia II. Pada masa itu, Adolf Hitler berusaha menyebarluaskan doktrin Nazi lewat berbagai propaganda di penjuru Eropa melalui sang Menteri Propaganda Joseph Goebbels.
Pemaknaan influencer itu terus berubah sesuai zaman. Hingga Perang Dunia II berakhir, fenomena influencer mulai mengalami pergeseran dan transformasi. Saat dunia berusaha membangkitkan ekonomi setelah perang, fenomena influencer beralih fokus ke industri dan konsumerisme.
Pada 2009 ketika media sosial semakin menjamur dengan diiringi kecepatan koneksi internet yang semakin bagus, hal itu menjadi platform baru bagi para influencer. Pada tahun-tahun tersebut, istilah influencer seperti dikenal sekarang mulai terbentuk.
“Mereka adalah orang-orang yang memiliki banyak pengikut dan berusaha untuk present and spreads their values kepada masyarakat. Bagi pengikutnya, influencer itu dianggap seperti role model yang harus diikuti,” kata Nisa dikutip dari laman resmi Unair, Kamis (10/6/2021).
Seiring kemunculan berbagai platform media sosial, influencer pun terus bermunculan. Tak mengherankan lahir istilah-istilah semacam selebgram, selebtwit, beautyblogger, travelblogger dan key opinion leader (KOL) dan youtuber.