JAKARTA, iNews.id – Ketegangan batas wilayah antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara kembali mencuat, menyusul keputusan administratif terbaru yang menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah. Keempat pulau itu yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang dan Pulau Mangkir Ketek.
Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang dirilis pada 25 April lalu. Kepmendagri tersebut sontak menuai pro dan kontra.
Keempat pulau yang dipersoalkan terletak di kawasan perairan barat Sumatera yang selama ini dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil. Pulau Panjang, misalnya, dikenal sebagai salah satu pulau strategis dengan posisi menghadap langsung Samudra Hindia.
Pulau ini menjadi titik awal sejumlah infrastruktur penting yang dibangun sejak tahun 2012 oleh Pemkab Aceh Singkil dan Pemerintah Aceh, seperti dermaga, musala, rumah singgah serta tugu koordinat.
Di Pulau Mangkir Ketek, bahkan ditemukan prasasti bertuliskan klaim kepemilikan oleh Provinsi Aceh. Prasasti itu dibangun pada Agustus 2018, mendampingi tugu serupa dari tahun 2008 bertuliskan “Selamat Datang di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.”
Infrastruktur fisik, bukti administratif, hingga peta kesepakatan tahun 1992 menjadi amunisi utama Pemerintah Aceh untuk memperjuangkan status keempat pulau tersebut tetap menjadi bagian dari Aceh.
Salah satu bukti yang diandalkan oleh Pemerintah Aceh adalah peta kesepakatan yang ditandatangani Gubernur Aceh saat itu, Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar serta disaksikan langsung oleh Mendagri Rudini. Peta itu mengindikasikan batas wilayah Provinsi Aceh mencakup keempat pulau yang kini menjadi sengketa.