Sebaliknya, jika konsep multi mux operator, ATVSI meyakini akan tercipta sistem penyiaran nasional yang sehat dan kompetitif. Sebab, Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) bebas menentukan pilihan untuk bergabung dengan multifleksing yang diinginkan.
Dari sisi infrastruktur, konsep single mux juga memiliki kelemahan. Pemerintah pasti akan terbebani karena harus membangun infrastruktur di seluruh Indonesia. Belum lagi, kata dia, pembiayaan operasionalnya. Sementara multi mux, pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia diserahkan kepada pemegang mux tersebut dan ini akan mengurangi beban pemerintah.
Syafril juga menyoroti pengelolaan frekuensi. Dengan menggunakan konsep single mux, negara harus membayar kompensasi kepada LPS. Sebab, LPS ini sudah memegang suatu mux pada saat tender pada 2011. Jika single mux yang dipilih, investasi yang sudah dilakukan LPS ini akan diajukan kembali kepada pemerintah untuk dikembalikkan dan ini akan menjadi beban kepada pemerintah.
"Sementara kalau multi mux, tentunya ini memang sudah kita invetasikan lalu menjadi beban kita," tutur dia.
Syafril melanjutkan, jika dilihat dari standar layanan, single mux tidak memiliki benchmark. Mengingat hanya dikelola satu pihak, tidak bisa dinilai di mana sisi positif dan negatifnya. Berbeda apabila mengunakan konsep multi mux, jelas akan terlihat karena telah ada benchmark.
"Nah ini sumber masalah baru tentang sumber daya manusia. Kalau dengan single mux mau diapakan SDM yang sudah terserap di multi mux tadi. Ini perlu pertimbangan juga," ucapnya.