Penataan ruang yang dimaksud yaitu bagaimana rencana besar (masterplan) harus dilihat kembali untuk kemudian diperbaiki dan diadaptasi dengan perkembangan yang ada ke depan. Hal ini dilakukan demi menciptakan Jakarta yang lebih baik.
Isu kedua, terkait sistem pemerintahan Jakarta ke depan. Suharso menyebut, Jakarta tetap akan menjadi sebuah provinsi yang dipimpin oleh gubernur, dan tidak ada bupati atau wali kota.
"Kemudian, tidak perlu ada bupati atau wali kota. Bahkan pemikiran kami ke depan adalah bagaimana ada struktur organisasi pemerintahan agile, yang lebih lincah. Dan bisa menjadi panutan teladan pemerintahan yang lain. Jadi lose birokrasi tapi lebih efektif," ucapnya.
Isu ketiga, menyangkut tata aturan dan kewenangan ke depan yang akan dimiliki oleh Jakarta dengan memasukkan beberapa hal yang tidak menjadi kewenangan Jakarta. Ini akan coba dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang khusus bagi Jakarta.
"Sehingga Jakarta bisa mengambil kewenangan-kewenangan untuk kebutuhannya tanpa disibukkan dengan sesuatu yang tidak diperlukan. Misalnya bagaimana relasinya dengan kementerian dan lembaga yang lain," ujarnya.
Dalam mendampingi masa transisi Jakarta, Kementerian PPN/Bappenas bersama Pemprov DKI Jakarta akan membuat sebuah tim untuk mendetailkan berbagai isu yang telah dibicarakan.