Kontak tembak, menurut Prabowo, mungkin berlangsung 10 menit, tetapi terasa sangat lama.
“Ternyata Letnan Sudaryanto tertembak karena dia berada di barisan paling depan dalam kontak tersebut. Letnan Sudaryanto meraung-raung di antara musuh dan garis kita,” tutur Prabowo.
Mantan Pangkostrad ini melanjutkan, Unit C terpukul mundur beberapa meter. Mereka bertahan dalam sebuah parit. Sudaryanto yang terluka tembak memanggil anak buahnya.
Prabowo memutuskan dirinya yang merayap untuk membawa Sudaryanto dari garis depan. Meski sangat berbahaya karena musuh masih ada dan terus memberondongkan tembakan, Prabowo tak mau mengecewakan komandannya.
“Waktu itu sudah gelap gulita, tetapi kalau Beliau tidak diambil, berarti kami mengecewakan komandan dan moril pasukan turun,” ucapnya.
Menurut Prabowo, dirinya berusaha sekuat tenaga untuk menarik Sudaryanto. Namun tubuh komandannya terasa sangat berat sehingga dia pun merasa kuwalahan. Beberapa prajurit lain akhirnya turut merayap dan membantu membawa Sudaryanto ke garis belakang.
Prabowo segera melaporkan ke pimpinan situasi yang terjadi. Namun karena situasi telah gelap, tidak ada heli yang turun.
“Beliau bertahan sampai pukul 03.00, tetapi akhirnya gugur dalam pelukan saya,” kata lulusan Akademi Militer 1974 ini.
"Saya tidak bisa lupa, komandan mengembuskan napas terakhir dalam pelukan saya," katanya, lagi.