JAKARTA, iNews.id - Pemberian nama tempat dan rupabumi tidak boleh dilakukan sembarangan. Selain akan menghilangkan identitas dan sejarah suatu tempat, penamaan yang keliru menggunakan istilah asing juga merugikan jati diri bangsa.
Kepala Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial (BIG) Ade Komara Mulyana mengatakan, manfaat penamaan rupabumi bisa menjaga suatu kedaulatan negara. Selain itu juga dapat menjadi alat politik ketika bernegoisasi dengan negara lain.
Dia mencontohkan peta resmi Indonesia 2017 yang menyebut laut di sisi utara Natuna sebagai Laut Natuna Utara. Kawasan itu dahulu disebut Laut China Selatan.
“Itu hak selama termasuk wilayah kita. Kita bebas memberikan nama. Itu diprotes oleh negara-negara lain, tapi itu satu tanda bisa menjadi alat politik kita untuk mempertahankan kedaulatan kita,” kata Ade Komara dalam diskusi virtual Polemik Trijaya FM dengan tema ‘Pentingnya Penamaan Rupabumi’, Sabtu (6/2/2021).
Ade menuturkan, nama suatu tempat erat kaitannya dengan asal-usul masyarakat, sejarah, keterkaitan dan jati diri masyarakat. Selain itu dapat memitigasi bencana alam.
Dalam konteks mitigasi bencana alam, Ade mencontohkan tragedi kampung Balarowa di Palu yang tenggelam dalam lumpur atau likuifaksi. Oleh komunitas sejarah di Sulawesi Tengah, beberapa generasi terdahulu kampung itu dikenal dengan Londo atau Nalondo yang berarti lumpur atau tenggelam dalam lumpur.
“Berarti nenek moyang kita sudah tau itu daerah yang rawan likuifaksi. Tapi mungkin dulu belum ada istilah likuifaksi, karena itu sejak dulu turun-temurun daerah tersebut kosong tidak dihuni karena masyarakat tau arti nama itu tenggelam di lumpur,” ujarnya.