Dwikorita juga mengimbau saat proses rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan semestinya menggunakan struktur bangunan tahan gempa. Menurutnya, banyaknya korban meninggal dan signifikannya kerusakan akibat struktur bangunan tidak memenuhi standar tahan gempa.
“Mayoritas bangunan yang terdampak karena dibangun tanpa mengindahkan struktur aman gempa yang menggunakan besi tulangan dengan semen standar. Akibatnya, bangunan tersebut tidak mampu menahan guncangan gempa,” paparnya.
“Perlu dipahami, bahwa banyaknya korban jiwa dan luka-luka dalam gempabumi Cianjur bukan diakibatkan guncangan gempabumi, melainkan karena tertimpa bangunan yang tidak sesuai dengan struktur tahan gempabumi,” tambah dia.
Khusus untuk pemukiman warga di daerah lereng-lereng dan perbukitan, kata Dwikorita, maka opsi relokasi harus dipertimbangkan oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Mengingat berdasarkan analisa yang dilakukan BMKG, gempa di Cianjur merupakan gempa yang berulang setiap 20 tahunan dan kemungkinan dapat terjadi kembali.