JAKARTA, iNews.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap penyebab banjir Bali yang merendam tujuh kabupaten dan kota hingga mengakibatkan 18 orang tewas pada 9 September 2025, lalu.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyebut bahwa peristiwa itu menjadi bukti bahwa masa peralihan musim juga dapat memicu kondisi ekstrem akibat dinamika atmosfer yang kompleks.
“Jadi ini sudah menjadi suatu empiris ya, fakta empiris. Biasanya masa peralihan itu justru juga bisa terjadi kondisi ekstrem. Kenapa bisa begitu? Nah karena tadi dikatakan dinamika atmosfer yang terjadi saat itu, itu merupakan fenomena, beberapa fenomena yang terjadinya itu bersamaan,” ujar Dwikorita saat Konferensi Pers Prakiraan Musim Hujan 2025 dan Update Kondisi Cuaca, Jumat (12/9/2025).
Dia menjelaskan, pada saat banjir bandang Bali terjadi, terdapat sejumlah fenomena atmosfer yang muncul bersamaan di antaranya adanya aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO) atau arak-arakan awan hujan, aktifnya Gelombang Kelvin dan Rossby Ekuator.
“Jadi misalnya saat kejadian Bali itu, adanya aktivitas Madden Julian Oscillation yang saat itu aktif sampai hari ini sudah berkurang dan geser ya, hari ini sudah bergeser tidak di wilayah Bali lagi ya. Itu tadi pergerakan arak-arakan awan hujan dari Samudra Hindia sebelah barat Indonesia bersamaan dengan aktifnya Gelombang Kelvin dan Rossby Ekuator,” katanya.
Dwikorita juga menyebut adanya pengaruh Bibit Siklon yang turut memperkuat hujan ekstrem. Fenomena ini, kata dia, sebelumnya diperkirakan hanya terjadi saat musim hujan, namun faktanya juga bisa muncul di musim kemarau maupun masa peralihan.
“Selain ada tadi pengaruh Bibit Siklon, dan fenomena-fenomena itu pun ternyata kalau waktu kita belajar awal tentang meteorologi itu, fenomena-fenomena itu saat itu diperkirakan yaitu kalau terjadinya musim hujan. Tapi ternyata saat musim kemarau pun, fenomena ekstrem itu pun terjadi,” papar Dwikorita.