Dwikorita mengatakan, kenaikan suhu ini berdampak pada semakin seringnya kejadian ekstrem.
“Jadi tahun 1855, suhu ini kan masih berkisar di antara itu sebagai baseline ya sebagai dasar kemudian hingga tahun 1920-1933, ini rata-rata kurang lebih stabil suhu permukaan ya. Namun kemudian terjadi peningkatan hingga tahun 1970-an, 1970-an meningkat sudah terjadi peningkatan dan terjadi lonjakan pasca 1975,” ujar Dwikorita.
Dwikorita mengungkapkan, kenaikan suhu bumi berkorelasi dengan meningkatnya intensitas kegiatan industri yang menghasilkan gas rumah kaca. Gas karbon dioksida yang dihasilkan, menurutnya, berperan menjadi selimut atmosfer dan menghambat pelepasan pantulan sinar matahari dari permukaan bumi kembali ke angkasa.
“Jadi gas-gas tadi menghambat kembalinya pantulan sinar matahari ke angkasa luar sehingga sinar matahari atau suhunya itu terjerat, terjebak di dalam atmosfer. Itulah yang mengakibatkan kenaikan suhu yang semakin melompat,” ujar dia.