Suharyanto membenarkan telah terjadi peningkatan anomali suhu rata-rata baik di tingkat global maupun nasional menyebabkan meningkatnya frekuensi kejadian bencana terutama bencana hidrometeorologi.
“Untuk bencana hidrometeorologi basah, akar permasalahan yang utama adalah urbanisasi yang memberikan tekanan pada lingkungan di hilir dan alih fungsi lahan baik secara sistematis maupun ilegal. Hal itu mengurangi kapasitas daya serap, baik karbon maupun air mulai dari hulu hingga hilir,” tuturnya.