Catatan Debat Capres Pertama

Dinna Wisnu

Pertanyaan dalam debat capres kemarin rata-rata didahului oleh presupposition atau keterangan pendahulu. Masalahnya kemudian adalah bahwa keterangan pendahulu itu akhirnya digunakan sebagai jawaban dari para kandidat. Hal ini menambah kejenuhan saat menonton karena tidak muncul dialog berdasarkan paradigma, tetapi lebih ke soal jawaban normatif.

Contoh, kepastian hukum sangat penting bagi warga pelaku usaha dan jalannya pemerintahan. Namun, ternyata banyak peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih serta tidak harmonisnya peraturan di tingkat pusat serta daerah.

Apa strategi Anda untuk menyelesaikan masalah tersebut? Jawaban dari capres Prabowo, ”Kami akan perkuat dengan pakar-pakar hukum yang terbaik untuk melakukan sinkronisasi penyelarasan sehingga undang-undang, peraturan-peraturan di pusat tidak bertabrakan dengan peraturan-peraturan di daerah.”

Pernyataan pendahuluan bahwa “kepastian hukum sangat penting” adalah sumber norma, yang kemudian menjadi landasan jawaban para capres. Hampir tidak ada beda kecuali pada keterangan tambahannya. Hal ini yang menyebabkan terjadinya jawaban-jawaban yang retoris.

Contoh lain, di masyarakat kerap dipertentangkan antara ketegasan penegakan hukum dan isu HAM, dalam konteks seperti apa ketegasan penegakan hukum harus dikedepankan dan dalam konteks apa HAM yang harus mendapat perhatian? Jawaban capres Joko Widodo, “Jangan mempertentangkan antara HAM dan penindakan hukum. Penindakan hukum yang sesuai dengan prosedur itu bukan pelanggaran HAM.”

Pernyataan pendahuluan “kerap dipertentangkan” dan pertanyaan “dalam konteks apa” sebetulnya sudah menuntun jawaban bahwa penegakan hukum dan HAM harus dipisahkan. Hal ini yang menyebabkan suasana jawaban menjadi sangat normatif dan retoris.

Kalimat pendahuluan dalam pertanyaan tidak salah, tetapi perlu ditulis oleh mereka yang ahli agar tepat sasaran. Para peneliti sosial telah terbiasa dan terlatih dalam menyusun daftar pertanyaan wawancara yang tidak bias dan tidak menuntun jawaban seseorang. Peneliti sosial terlatih dalam merancang pertanyaan terbuka dan tertutup.

Saya juga merekomendasikan agar KPU menetapkan bahwa tujuan debat capres adalah lebih memperdalam paradigma capres daripada sosialisasi tentang visi dan misi. Hal ini terkait dengan catatan pertama saya bahwa pradebat capres sebetulnya sudah dilakukan dan diketahui oleh masyarakat melalui media sosial dan media elektronik selama ini.

Pertanyaan terkait paradigma dapat dikupas dengan bentuk pertanyaan klarifikasi. Contoh pertanyaan Martha Raddatz kepada Trump dalam pilpres 2016. “Anda mengatakan ingin mengakhiri Obamacare dan membuat jaminan kesehatan dapat diakses oleh orang-orang yang sudah jatuh sakit. Bagaimana Anda memaksa perusahaan asuransi untuk melakukan itu jika Anda tidak lagi mewajibkan asuransi bagi semua orang?

Atau dalam debat pertama George W Bush dengan John Kerry 2004 saat Bush mencalonkan diri kedua kalinya. “Apakah menurut Anda, Anda dapat lebih baik daripada Presiden Bush dalam mencegah terulangnya peristiwa 9-11?”

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan membantu pemilih untuk mengetahui watak dan cara berpikir para capres. Hal-hal normatif punya ruang sendiri untuk dibahas, seperti di media massa atau bahkan sosial media. Liputan live atau langsung sangat penting untuk menggambarkan kepribadian dan kesiapan capres.

Ada kekhawatiran bahwa perhatian pada kepribadian dan kesiapan capres bisa mengurangi respek pada para capres. Yang patut diingat adalah bahwa debat memang punya risiko mengurangi atau menambah pemilih. Kasus Bush Jr vs Al-Gore atau Trump vs Clinton memperlihatkan bahwa kandidat yang tidak populer di media justru memenangkan suara.

Masyarakat Indonesia dan para pemimpinnya patut menyadari bahwa pelaksanaan demokrasi di Indonesia memunculkan antusiasme dari negara-negara lain. Tak terhitung betapa seringnya saya ditanya tentang apa perbedaan antara capres yang satu dan yang lain, atau peluang mereka untuk unggul dari yang lain.

Para diplomat asing cukup banyak yang fasih berbahasa Indonesia dan memang ditugaskan untuk memantau perkembangan politik di dalam negeri juga. Artinya, debat capres di TV bisa saja menimbulkan kepercayaan tertentu pada masa depan Indonesia sebagai mitra kerja sama.*

*Artikel ini telah tayang di Koran SINDO

Editor : Zen Teguh
Artikel Terkait
Nasional
1 tahun lalu

Hasto Jelaskan Tersangka Korupsi DJKA Donatur Rumah Aspirasi di Pilpres 2019

Internasional
1 tahun lalu

Wah, Pemimpin Demokrat Disebut Buka Peluang Batalkan Pencalonan Biden di Pilpres AS

Internasional
1 tahun lalu

Nah! Demokrat Sebut Joe Biden Tak Akan Menang Lawan Donald Trump di Pilpres AS 2024

Internasional
1 tahun lalu

Desakan Mundur dari Demokrat Disebut Makin Besar, Pencapresan Joe Biden di Ujung Tanduk?

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal