JAKARTA, iNews.id – Pascameninggalnya seorang penyelam dalam proses evakuasi korban insiden pesawat Lion Air JT 610, akhir pekan lalu, tim dokter RS Polri Kramat Jati mengimbau para penyelam untuk menjalani terapi hiperbarik. Itu lantaran para penyelam rentan mengalami gejala dekompresi setelah menyelami laut.
“Sehubungan dengan kejadian yang menimpa penyelam relawan, kami menyarankan juga seluruh penyelam, setelah kegiatan penyelamatan dirahapkan untuk melakukan terapi hiperbarik,” kata penanggung jawab terapi hiperbarik RS Polri, AKBP Karjana, di Jakarta, Senin (5/11/2018).
Dia menjelaskan, terapi hiperbarik menjadi salah satu upaya untuk mencegah gejala dekomproesi yang yang dapat menyerang para penyelaman. “Apabila tidak melakukan secara bertahap atau melanggar SOP-nya (prosedur operasi standar) itu, maka akan muncul dekompresi,” ungkapnya.
Karjana menuturkan, setidaknya terapi diperbarik dilakukan sebangak lima kali oleh penyelam. “Sebaiknya sebelum dan sesuadah. Season-nya paling tidak sebanyak lima kali tindakan atau terapi hiperbarik,” ujarnya.
Di RS Polri, pasien yang mengikuti terapi hiperbarik akan dimasukkan dalam ruangan yang berisi tekanan udara tinggi (di atas tekanan udara normal). Selanjutnya, pasien menghirup 100 persen oksigen murni kurang lebih selama dua jam. “Jadi secara bertahap klien akan dibawa ke dalam tekanan di atas satu atmosfer. Tergantung kepentingannya,” tuturnya.
Dari puluhan penyelaman yang diterjunkan untuk evakuasi Lion Air JT 610, RS Polri hari ini telah menerapi 19 penyelam dari tim Polair (Polisi Air).
Seorang penyelam bernama Syachrul Anto dilaporkan meninggal dunia saat membantu proses evakuasi insiden pesawat Lion Air JT 610 di Perairan Karawang, Jawa Barat, Jumat (2/11/2018) lalu. Penyelam yang diketahui sebagai anggota Indonesia Diving Rescue Team (IDRT) itu meninggal setelah mengalami dekompresi.