Pada kesempatan itu dia juga menceritakan awalnya termotivasi menjadi militer. Saat masih duduk di bangku sekolah tingkat pertama (SMP) dia melihat personel TNI berseragam lengkap membawa senjata.
"Waktu SMP saya sekolah di kota, saya melihat tentara-tentara membawa senjata, saya tertarik dan sejak itu saya cita-citanya menjadi tentara," ucapnya.
Menurutnya, jarak dari rumah ke sekolah sangat jauh. Sedikitnya memakan waktu empat jam untuk tiba di sekolah dari rumahnya. Rute perjalanan yang ditempuh juga harus melalui hutan karena belum ada fasilitas jalan beraspal didaerahnya.
"Semua sekolah di kota, berangkat bersama teman-teman. Setiap hari kami bangun pukul 03.00, setelah itu kami persiapan dan pukul 04.00 kami berangkat dari kampung menuju ke sekolah," katanya.
Dia sempat panik ketika memasuki seleksi panitia penentu akhir (pantukhir) TNI AD yang dipimpin oleh Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa. Saat itu yang bisa dilakukan hanya berdoa agar berhasil meraih cita-cita.
"Di situ saya panik, waktu itu saya hanya berdoa semoga bisa lulus," katanya.
Rasa haru tak bisa disembunyikan ketika dikabarkan lulus seleksi Akmil. Rasa bangga muncul ketika mengenakan seragam taruna. "Saya bangga sekali cita-cita saya selama ini menjadi tentara, baju juga terlihat ada tulisan taruna jadi bangga," katanya.
Ayah Samuel, Hendrikus Wamu mengatakan, putranya memang memiliki semangat tinggi untuk menjadi anggota TNI. Bahkan, dia sempat terkejut ketika dibertahu putranya telah mendaftar Akmil.
"Dia daftar ke Kodim tidak kasih tahu ke saya. Jadi dia ada keinginan besar untuk jadi TNI," kata Hendrikus.
Bahkan dia sempat menangis ketika mendengar kabar anaknya lulus seleksi Akmil. "Saya menangisnya itu berdoa bersyukur kepada Tuhan," katanya.