Pada tahun 1997, kakak tertua Adam berlari-lari mengajaknya ke TK. Hari itu merupakan batas akhir pendaftaran. Kakak Adam menyodorkan amplop cokelat kepada kepala sekolah, memohon keringanan biaya.
Adam yang tidak tahu apa-apa hanya bisa pasrah. Setelah negosiasi selesai, kakak Adam mendekatinya dan mengatakan bahwa ia sudah bisa masuk TK.
Adam sangat bahagia. Ia tidak menyangka anak miskin seperti dirinya bisa mengenyam bangku sekolah.
Kehidupan studi Adam berjalan lancar. Kakak Adam selalu memenuhi kebutuhan sekolahnya, sekalipun harus berutang.
Adam memanfaatkan fasilitas yang diberikan kakaknya untuk belajar sebaik mungkin. Saat di SD, ia memberanikan diri mengikuti perlombaan matematika.