Covid-19 dan Masalah Transparansi

Dinna Prapto Raharja PhD
Praktisi dan Pengajar Hubungan Internasional Dinna Prapto Raharja PhD. (Foto: Koran SINDO).

China adalah negara besar dengan penduduk lebih dari satu miliar jiwa, sehingga kontrol atas informasi publik menjadi syarat negara itu bisa berdiri utuh. Artinya, persepsi kita tentang China adalah produk dari konstruksi kenyataan yang dikembangkan oleh pemerintah yang berkuasa.

Meski demikian, kita juga tidak bisa bersikap relatif dengan membenarkan otoritas mengontrol diskusi publik atau menutupi fakta atas nama kestabilan politik karena khawatir terjadinya kepanikan atau kegaduhan massal. Kita tidak bisa mengikuti langkah China karena langkah penyensoran seperti di China mensyaratkan adanya kesadaran di antara warganya bahwa ketidakbebasan politik dan berpendapat sebagai hal yang normal dalam kehidupan sehari-hari.

Seberapa pun mereka kritis terhadap pemerintah, mereka menyadari sikap kritis itu harus diredam sejak dalam pikiran sebagai imbal-balik (trade-off) untuk kepentingan ekonomi tertentu yang mereka inginkan.

Di sisi lain, kita juga tidak bisa membiarkan menyebarnya berita atau informasi yang berpotensi hoaks dan rumor hanya atas nama kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat dalam demokrasi saat ini lebih banyak digunakan oleh kelompok-kelompok politik untuk mendominasi wacana publik dengan informasi yang menguntungkan mereka dan melakukan disinformasi untuk mengurangi wacana publik yang merugikan kepentingan politik mereka.

Salah satu cara yang harus kita lakukan untuk menyelesaikan dilema itu adalah dengan memperkuat atau mengembalikan kepercayaan terhadap negara sebagai institusi yang mewakili nilai-nilai kebersamaan lebih dari kepentingan kelompok baik kelompok agama, ras, suku, ideologi politik, maupun kelas. Pandemik virus Covid-19 harus kita lihat sebagai kesempatan untuk menekan kebiasaan politik yang tidak benar di masa lalu. Negara di sini bukan hanya politisi yang berkuasa di eksekutif, melainkan juga legislatif.

Para politisi di wilayah tersebut harus berani menarik garis batas yang tegas antara tindakan, pemikiran, pendapat yang dapat menguatkan dengan yang dapat menyebabkan lunturnya nilai-nilai kebersamaan itu.

Para politisi harus tebal iman untuk tidak mengeluarkan kebijakan selama krisis sebagai jalan untuk mendulang popularitas pribadi tetapi menjadikannya manfaat untuk memperkuat nilai-nilai kebersamaan tersebut meskipun ia tidak terlihat populer. Meskipun terdengar klise, langkah kecil ini bisa menjadi inspirasi untuk para politisi saat ini atau pun politisi mendatang.*

*Artikel ini telah tayang di Koran SINDO

Editor : Zen Teguh
Artikel Terkait
Nasional
20 jam lalu

Banjir Barang asal China, Pemerintah Siapkan Aturan Pembatasan Impor

Nasional
1 hari lalu

Menteri UMKM Soroti Masuknya Barang Impor asal China: Jumlahnya Banyak Sekali

Internasional
2 hari lalu

Perusahaan Elon Musk SpaceX Masuk Klub Raksasa Militer Dunia: Era Baru Perang Antariksa?

Internasional
2 hari lalu

Spesifikasi Drone LUCAS Amerika yang Dibikin Khusus untuk Cegat Drone Kamikaze Shahed Iran

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal