Menurutnya hal ini hampir mirip dengan lembaga-lembaga survei, yang merilis hasil survei untuk membentuk persepsi publik atau agenda setting. Bahwa seolah-olah Si A atau Si B mendapat dukungan kuat, sementara Si C dan Si D tidak memiliki elektabilitas.
"Ini saya sampaikan sebagai contoh saja, tanpa bermaksud menyinggung Saudara Burhanudin Muhtadi yang hadir di sini. Bahwa nyatanya ada lembaga survey yang bisa dipesan untuk melakukan itu. Tentu bukan lembaganya Saudara Burhanudin Muhtadi," ucap LaNyalla.
Jadi, menurutnya, persoalan penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden harus kita tolak dengan menggunakan kerangka berpikir seorang negarawan.
"Bahwa penolakan itu adalah prinsip yang dikehendaki bangsa ini. Bangsa ini sudah sepakat bahwa masa jabatan presiden hanya 5 tahun, dan maksimal 2 periode, bukan 3 atau 4 periode," ujarnya.
Dikatakannya, pemilu adalah mekanisme evaluasi yang diberikan kepada rakyat setiap 5 tahun sekali, bukan 7 tahun atau 8 tahun.
"Ini prinsip. Sehingga meskipun konstitusi bisa diubah, tetapi ini adalah amanat kebangsaan, di mana bangsa ini telah belajar dari dua Orde di mana masa jabatan presiden tidak dibatasi," katanya.